Merelakan Mimpi gaji 4 jutaan Demi Gaji 1Jt-an, Demi Nenek juga
Hari ini akhirnya saya mengatakannya. Saya batal bekerja disana. Itu adalah keputusan saya setelah lelah berpikir panjang.
Saya telah memilih untuk tidak jadi bekerja dengan Gaji 4.5 juta disana dan malah ingin bertahan kerja di tempat yang sekarang walaupun gajinya baru naik menjadi 1 juta. Sebuah perbandingan yang terbaca jomplang.
Gaji besar rupanya tidak cukup bagi saya untuk otomatis mudah dalam mengambil keputusan berkata "Ya" sampai akhir. Saya adalah tipe orang yang punya banyak pertimbangan. Untuk itu saya perlu menikmati prosesnya.
Saya selalu punya pilihan, antara Smansa dan smandupa, antara Unsri dan IAIN Raden Fatah, dan kini antara kerjaan sekarang dan mimpi gaji besar diujung sana.
Tidak munafik bahwa saya ingin semuanya, tapi saya hanya bisa pilih satu. Jadi ya sudahlah. Inilah keputusan saya.
Mungkin waktunya saja yang tidak pas. Jika saja saat ini posisinya saya menganggur seperti tahun lalu, maka pasti, saya tidak akan pikir panjang untuk lanjut ke sana. Tapi saya sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang.
Padahal syarat-syarat sudah lengkap. Saya sudah lulus seleksi. Tinggal lagi Kamis, 5 Maret 2020 saya sudah membuat SKCK baru, NPWP dan Surat Keterangan Sehat sebagai dokumen tambahan.
Saya juga telah Tapi siapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Tas ransel besar untuk bawa pakaian, baju putih dan celana hitam yang baru, sepatu hitam, kacamata baru. Tapi tetap saja semua usaha itu tidak cukup untuk meyakinkan diri ini untuk berangkat.
Saya juga telah Tapi siapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Tas ransel besar untuk bawa pakaian, baju putih dan celana hitam yang baru, sepatu hitam, kacamata baru. Tapi tetap saja semua usaha itu tidak cukup untuk meyakinkan diri ini untuk berangkat.
Pengalaman ini mungkin adalah sebagai pelajaran yang berharga bagi saya. Uang bukanlah segalanya bagi saya.
Awalnya saya sangat tertarik dengan tawaran pekerjaan ini. Ya karena gajinya 4.5 jt. Setara dengan gaji saya 9 bulan saat dapat kabar itu.
Tapi kemudian ada pikiran janggal saat mau izin ikut tes. Saya diminta untuk tidak bilang kalau ikut Tes. Cukup izin ada urusan keluarga.
Selesai tes, saya tidak langsung menerima kabar bahagia. Rasanya jantung dan hati ini mulai dag-dig-dug. Membayangkan apa yang akan terjadi jika saya tiba-tiba mengajukan surat pengunduran diri dari pekerjaan yang sekarang.
Bos saya saat ini bukanlah orang lain bagi saya. Beliau adalah orang yang sudah kenal saya sejak masih TK. Anaknya pun adalah teman saya dari TK.
Jelas sulit bagi saya untuk tiba-tiba mengundurkan diri. Kecuali jika memang terjadi sesuatu hal yang membuat saya harus melakukannya.
Gaji saya disini memang kecil tapi itu bukan berarti saya boleh untuk seenaknya pergi. Saya datang baik-baik jadi kalau bisa saat berhenti juga harus baik-baik. Minimal saya harus sudah menyelesaikan pekerjaan disini.
Gaji hanya segitu rasa belum cukup bagi saya untuk merusak hubungan baik antara saya dengan Bos saya. Apalagi belakangan ini bos makin menunjukkan sikap bahwa posisi saya ini penting baginya.
Bukan hanya hal itu saja yang jadi beban dalam pikiran. Saya pernah dibuat kecewa tahun lalu. Saat harapan sudah sangat besar tapi tidak kunjung ada kabar.
Nenek kami juga tidak setuju. Saya sudah berusaha untuk meyakinkan nenek agar mendukung niat untuk bertualang mencari rejeki disana. Tapi nenek tetap saja tidak setuju.
Mendengarkan nasehat nenek sangat penting bagi saya. Bisa dibilang saya lebih dekat ke nenek daripada kedua orang tua. Lebih baik saya menyesal sekarang daripada menyesal kemudian karena tidak nurut kata nenek.
Mendengarkan nasehat nenek sangat penting bagi saya. Bisa dibilang saya lebih dekat ke nenek daripada kedua orang tua. Lebih baik saya menyesal sekarang daripada menyesal kemudian karena tidak nurut kata nenek.
Demi Nenek aku memilih untuk mengalah.
Posting Komentar untuk "Merelakan Mimpi gaji 4 jutaan Demi Gaji 1Jt-an, Demi Nenek juga"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊