Cita-cita Ayah
Setelah sempat mogok sekolah 1 tahun. Akhirnya tahun ini dek Dil mau kembali ke sekolah. Kami tidak bisa berharap banyak. Cukup dek Dil sekolah sampai setinggi-tingginya.
Kenangan rapot Mid kelas 2 semester 1 dedek Dil, si bungsu kesayangan kami.
"Biasa saja" begitulah kata sebagian besar orang. Hanya mereka yang ada di urutan 1-3 yang mendapat penghargaan dan pujian dimana-mana.
Jadi teringat bahwa kenyataannya saya tidak punya prestasi yang hebat di masa sekolah.
Saya cuman punya modal percaya, bahwa saya "seharusnya" bisa melakukannya dan ingin mendapatkannya (juara 1) "meski selalu gagal.
Untuk itulah kami PeDe menuliskan Universitas Sriwijaya sebagai pelabuhan "jika ada kesempatan untuk bisa kuliah". Begitulah sebuah Daftar Riwayat hidup pertama yang kutulis Waktu aku masih kelas 3 SD.
Bagi teman lainnya mungkin hanya sekedar tulis-tulis saja. Hanya memenuhi tugas sekolah. Namun bagiku itu adalah harapan Ayah yang harus diwujudkan.
Aku berpikir
Tahun itu atau tahun sesudahnya Ayah ikut tes CPNS terakhir kalinya. Menyeberang ke kabupaten seberang. Gagal tentu saja. Ayah tidak melihat adanya bahwa di Banyuasin peluangnya lebih bagus. Apalagi Ayah kami bukanlah alumni sekolah yang berkualitas di masanya.
#Giliran Kami#
Kami terlahir dengan beban berat sebagai anak Ayah. Cita-cita kuliah di Universitas Sriwijaya pun sebenarnya adalah cita-cita yang merupakan warisan dari Ayah.
Satu persatu kami hanya ingin memenuhi harapan Ayah.
Ketika Ayah ingin kami sekolah di SMP 1, kami mendapatkannya. Ketika Ayah ingin kami sekolah di Smansa kami mendapatkan Smandupa yang katanya lebih baik, masih ditambah aku juga dapat tempat di smansa meski harus ditinggal dengan alasan klasik, Deki tidak bisa ikut tes disana.
Sukses riwayat pendidikan kami berlanjut. Ketika Ayah ingin dua kursi di Universitas Sriwijaya kami malah memberikan 3 kursi di PTN. Dua di Universitas Sriwijaya dan 1 di IAIN Raden Fatah.
Demikianlah takdir tertulis bahwa si kembar Deki dan Deka masing-masing berhasil jadi sarjana dari Universitas Sriwijaya. Itu adalah salah satu cita-cita Ayah.
Setelah demikian pun takdir kami tidak otomatis langsung bagus. Masih tetap butuh perjuangan ekstra.
Untuk itu kami tidak memaksa saat sibungsu berhenti sekolah. Deki bahkan sampai berkata kepada emak kami bahwa tidak masalah jika dek Dil tidak mau sekolah, kami Ade.
Tapi untunglah dek Dil sekolah lagi dan kami tidak pernah menuntut yang macam-macam. Cukup dek Dil galak sekolah dan belajar Bae jadilah.
Deki sepertinya telah menyerah untuk cita-cita Ayah yang selanjutnya. Deki tidak lagi berminat untuk menjadi PNS.
Posting Komentar untuk "Cita-cita Ayah"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊