Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Itulah sebabnya anak sekolah dilarang membawa kendaraan sendiri

Hai gaes selamat datang di blog CeritaK. Blognya saya Deka Firhansyah. Dalam postingan ini saya hanya ingin bercerita tentang kejadian yang terjadi pada Selasa, 16 Juli 2019.

Jadi ceritanya saya sedang dalam perjalanan ke arah Palembang. Saya mengendarai sepeda motor seperti biasanya. Tidak ada firasat apa-apa, kecuali antrian di pom bensin yang tadi lumayan panjang. Oh ya Pertamax kosong lagi hari ini.

Tiba di lokasi kejadian, jalan ke arah Palembang relatif lengang. Saya bisa saja melajukan motor sedikit lebih kencang, jika mau. Namun saya memilih melaju tidak terlalu kencang. Dalam takaran saya masih bisa ngerem saat ada kendaraan dari arah berlawanan mengambil jalur yang saya lewati saat mereka menyalip.

Kemudian saya menyalip seorang anak sekolahan yang juga mengendarai sepeda motor  di  depan saya. Semua terlihat aman-aman saja, tidak ada kendaraan lain dibelakang saya selain si anak sekolahan itu.

Tidak lama setelah itu saya melihat sebuah truk besar menyalip dan mengambil jalur yang kami lewati. Tentunya saya memutuskan untuk mengerem karena tidak mau tertabrak. Lagipula posisi saya dengan kendaraan terdekat dari arah berlawanan relatif masih ada ruang untuk menyalip jika saya mengerem.

Kemudian musibah itu terjadi. Saya mengerem dan kendaraan truk dari arah berlawanan itu berhasil menyalip. Tanpa bisa saya perkirakan, si anak sekolahan tadi ternyata tidak sempat mengerem. Dia menabrak motor saya dan di spion terlihat terjatuh  ke aspal. Untungnya belum ada kendaraan lain di belakang kami.

Melihat dia terbalik, saya kemudian mengurangi kecepatan. Saya kembali memutar karena dipanggil orang-orang sekitar. Mungkin tidak ada saksi yang benar-benar tahu kejadian aslinya. Truk yang hampir menabrak kami itu juga tetap tancap gas.

Si anak sekolahan itu sempat pingsan. Namun kemudian sadar setelah dibangunkan warga. Beberapa orang meminta saya meminggirkan motor. Kemudian saya juga baru sadar kalau ban motor saya kempes setelah diberitahu oleh salah seorang warga yang datang.

Dalam situasi itu saya hanya bisa berusaha tenang dan kooperatif. Saya tahu tidak satupun dari mereka yang benar-benar tahu kejadian sebenarnya. Jadi, menurut mereka mungkin saya bersalah. Wajarlah mereka berpendapat demikian, apalagi saat itu posisi motor saya sudah berbalik arah karena memang sengaja putar balik. Sangat mungkin saya dituduh sebagai orang yang menabrak dia. 

Padahal dia menabrak saya. Selain itu saya juga bisa saja tertabrak truk besar itu jika tidak mengerem. Seseorang yang menyebut dirinya orang setempat mengajak menepi. Saya diminta ikut mengurusi si anak sekolahan itu.

Kemudian saya baru sadar kalau ada paku di ban motor saya. Entah bagaimana bisa. Mungkin kena paku saat saya putar balik kan lewat bahu jalan.

Kunci motor saya juga diambil orang itu. Padahal, dia tidak perlu melakukan itu sebab saya sudah sengaja putar balik. Saya diminta untuk ikut mengantarkan si anak sekolahan itu ke klinik terdekat. Saya pun ikut. Satu motor membonceng saya dan motor satu lagi membonceng si anak sekolahan.

Si anak sekolahan itu rupanya tidak ingat nomor telepon orang tuanya. Sudah ditanya berkali-kali tetap jawabannya tidak hapal. Dia hanya bisa memberitahukan alamat rumahnya dan nama orang tuanya. Berbekal alamat dan nama itu si bapak mencari alamat orang tuanya. Saya diminta untuk menunggu di klinik sampai orang tuanya datang. Kunci motor saya diserahkan ke perawat di klinik itu. Mungkin sebagai jaminan.

Kemudian si anak sekolahan diperiksa oleh dokter di klinik itu. Saya kemudian coba mengobrol dengannya soal nama dan alamatnya. Dia sempat sempat berkata "maaf ya om". Disitu saya sadar kalau sudah tua rupanya. 

Ada luka yang perlu dijahit. Tidak lama orang tua anak sekolahan itu datang.  Si bapak yang mengantar saya  d ke klinik itu rupanya tidak kembali. Dokter memberitahukan perihal kondisi si anak sekolahan kepada ibunya. Si anak sekolahan meringis saat di suntik bius dan dijahit.

Saya memperkenalkan diri pada orang tuanya. Saya juga memberitahukan kejadiannya ketika ditanya. Rupanya ibu dari si anak sekolahan sempat bingung saat diberitahukan bahwa anaknya kecelakaan di lokasi kejadian. Hal itu lantaran TKP berlawanan arah dengan lokasi sekolah si anak. Si anak mengatakan bahwa dia mengantar temannya.

Tiba waktunya pembayaran biaya pengobatan. Saya merasa ikut terlibat jadi ingin membantu biaya pengobatannya. Pikir saya si anak pasti terjatuh lantaran kaget melihat saya mengerem di depannya. Namanya juga anak-anak. Jadi itulah alasan pembenaran kalau sayalah yang bersalah.

Tidak apa-apa lah saya tidak protes dan kemudian membayarkan biaya pengobatan itu sepenuhnya. Tidak ada paksaan soal itu. Tidak juga karena kunci motor saya ditahan. Saya juga tidak merasa terpaksa melakukannya.  Toh pada dasarnya, jika saya memilih untuk tidak berhenti maka orang bisa apa? Saya bisa bebas seperti sopir truk besar yang melawan arah itu. Saya sendiri yang memutuskan untuk putar balik. Kebetulan juga uang saya cukup untuk membantu biaya pengobatannya. Jika uang saya kurang maka tentu saja saya akan minta tambahan dari ibu si anak sekolahan itu.

Pelajaran apa yang bisa saya dan kamu dapatkan dari membaca kejadian ini?

Pertama, kabur, terus saja melaju jika terjadi apa-apa (kecelakaan) dibelakang kendaraan kita. Apalagi jika kejadian itu dirasa tidak merugikan kita. Walaupun bukan kita yang nabrak bisa jadi kita dituduh sebagai penabrak. Hal ini seperti ditunjukkan oleh sopir truk besar tersebut yang memilih terus tancap gas. Padahal dialah Penyebab utamanya, kalau dia lebih sabar dan tidak mengambil jalur kami untuk menyalip maka, pasti saya tidak akan mengerem dan si anak sekolahan itu tidak akan menabrak saya dan terbalik.

Kedua, melihat kondisinya. Saya memutuskan untuk tidak tancap gas. Saya justru memilih untuk putar balik dan melihat kondisi si anak sekolahan itu. Kemudian saya merasa harus memilih untuk menulis tentang kisah ini dan membagikannya kepada orang lain. Sekalian nyari duit, hahaha becanda.

Ketiga, saya akhirnya benar-benar paham tentang alasan kenapa polisi melarang anak sekolahan untuk membawa kendaraan sendiri (padahal undang-undang yang melarang). Antara lain karena hal itu selain membahayakan dirinya sendiri, juga membahayakan orang lain. Itulah sebabnya anak sekolah dilarang membawa kendaraan sendiri.

Mengendarai kendaraan bermotor, baik sepeda motor, maupun mobil, membutuhkan konsentrasi dan kedewasaan dalam berpikir.

Paham kapan waktunya gas dan kapan waktunya harus ngerem saja tidak cukup. Sebagai pengemudi kita juga harus memperhatikan dan memperkirakan apa yang akan dilakukan oleh kendaraan lainnya. Jika memang ada kendaraan lain dari arah berlawanan, maka sebaiknya jangan menyalip, apalagi di tanjakan yang notabene jarak pandang terbatas. Namun banyak orang melakukannya, contohnya si sopir truk besar itu.

Kemudian kita juga harus waspada. Melihat ke arah jalan saja tidak cukup. Kita juga harus memperhatikan spion kiri-kanan. Kita juga harus memperhatikan dan memperkirakan tindakan yang akan dilakukan kendaraan lain yang ada di depan, belakang maupun dari arah berlawanan.

Jika ada kendaraan dari arah berlawanan mau menyalip maka kita sebaiknya. mengurangi kecepatan, mengerem dan sedikit mepet ke kiri untuk memberikan jalan. Terutama jika pengendara tersebut sudah  memberikan sinyal berupa lampu jauh dan klakson.

Jika memang dirasa terlalu dekat dan berbahaya maka bisa juga membunyikan klakson dan lampu tembak tanda tidak memberikan jalur untuk dia menyalip. Biasanya setelah itu pengemudi dari arah berlawanan akan mengerti dan batal menyalip.

Bijaknya dalam kondisi apapun kitalah yang harus ngerem dan mengalah. Kita tidak bisa mengendalikan pikiran orang lain, tapi kita harus bisa mengendalikan pikiran kita. Karena selalu ada pengemudi kendaraan yang membandel dan memaksa mengambil jalur yang sedang kita lalui. Kalau sayang di nyawa seperti saya contohnya, ya harus mengalah.

Demikianlah kisahku hari ini. Musibah memang bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa saja, tidak ada yang mau kena musibah, tapi bagaimana? Kurang lebih Itu juga kata-kata yang kembali diingatkan oleh seorang bapak yang membonceng si anak sekolahan itu ke klinik. Si bapak ini pamit lebih dahulu lantaran perjalanannya masih jauh dan berlawanan dengan arah yang kami tuju. Semoga selamat sampai tujuan pak, Aamiin.

Meskipun sudah ekstra hati-hati tak jarang nyawanya bisa melayang di jalanan. Untungnya si anak sekolahan itu tidak menderita luka berat dan sudah diperbolehkan untuk pulang. Saya hanya bisa membantu sebatas itu.
Deka Firhansyah, S.I.P.
Deka Firhansyah, S.I.P. Saya saudara kembar dari Deki Firmansyah, S.E. Seorang pelajar yang masih ingin terus belajar. Biasa di panggil Dek, meski saya lebih suka dipanggil DK atau cukup K. Kami Blogger asal Kota Pangkalan Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan kelahiran Selasa, 29 Maret 1994. Senang berbagi informasi sejak kenal internet dan Facebook kemudian mengantarkan saya mengenal blog. Rutin menulis apa saja yang ingin saya tulis termasuk curhat di blog sejak tahun 2016. Selengkapnya kunjungi halaman about.

Posting Komentar untuk "Itulah sebabnya anak sekolah dilarang membawa kendaraan sendiri"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ