Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sukses berkat Riba tapi ngajarin orang Anti Riba?

Belakangan makin kesini makin ngetrend. Di Facebook, di Instagram, di YouTube dan dimana pun di Internet ada orang-orang sukses yang  Ngajarin orang lain buat bebas dari hutang riba, tapi dianya sendiri sukses dengan modal riba. Setidaknya pernah sukses dari riba.

Trend anti Riba atau lebih lengkapnya trend pejuang anti riba ini tumbuh beriringan dengan trend ber-hijah atau shift dalam bahasa kerennya. Yah intinya tobat.

Selayaknya tobat, orang-orang sukses yang bertobat ini juga aktif di media sosial untuk berdakwah. Mensyiarkan ajaran agama Islam seluas-luarnya. Mengajak orang-orang untuk ikut juga menjauhi larangan-larangan Allah. Ya tidak ada salahnya justru sangat baik. Beberapa diantaranya membuat buku, menjualnya, ada juga yang membuat channel YouTube. Ada juga yang beriklan di Google dan Facebook, Instagram untuk menaikkan nilai personal branding mereka. Anti riba.

Bicara Riba. Beberapa dari mereka seolah-olah lupa telah sukses berkat riba.  Jujur, siapa sih yang tidak mau beli rumah cash tidak KPR? Siapa sih yang tidak mau beli motor beli mobil secara kontan? Tentu saja semua orang mau. 

Bicara tentang Riba saya jadi teringat dulu orang tua saya bangun rumah tanpa riba. Beli motor kredit pun sempat hampir trauma karena motor pertama di rumah kami DP 5juta kredit Rp. 500ribu selama 9bulan saja sudah terasa susahnya.

Ayah saya juga dulu beli mobil bekas yang sudah tua pembuatan 1990 seharga tidak sampai Rp. 20juta. Keluarga kami masih bebas hutang riba sampai saya dan saudara hampir tamat SMP.

Semua berubah saat negara api menyerang. Hahaha jadi keinget cartoon Avatar: the legend of Aang. Keadaan yang terdesak memaksa orang tua kami untuk mengajukan permohonan kredit Bank. Surat rumah satu-satunya yang kami punya pun jadi agunannya.

Sekitar hampir 7 tahun berlalu kredit tersebut telah beberapa kali diperpanjang. Kini beberapa bulan lagi hampir lunas. Dan semoga Allah menghendaki agar kami bisa melunasi hutang riba tersebut dan bukan malah kembali terpaksa lanjut lagi.

Saudara saya sudah kerja. Gajinya memang tidak seberapa tapi setidaknya gajinya itu cukup untuk membantu perekonomian keluarga. Bantu bayar cicilan tepatnya.

Selain kredit perbankan soal modal usaha, sejak tahun 2014 keluarga kami juga punya tanggungan hutang kredit sepeda motor. Motor tersebut sempat lunas namun terpaksa kami sambung lagi demi bisa mendapatkan tambahan modal usaha untuk menyambung hidup.

Tahun 2018 kami juga terpaksa nambah kredit satu motor baru lagi karena mobilitas yang tinggi menuntut kami untuk punya kendaraan berupa sepeda motor. Intinya memang butuh dan ketimbang beli motor second yang memang tidak ada uangnya dan lagipula beli motor baru lebih aman untuk masalah perawatan beberapa bulan kedepannya.

Sangat disayangkan makin banyak orang-orang di sosmed muncul sebagai tokoh-tokoh yang mengklaim dirinya sebagai percontohan bagi orang lain yang ingin juga bebas dari hutang riba.

Rata-rata orang-orang ini sudah cukup sukses sebelumnya berkat riba. Ada dengan bisnis rental, bisnis properti dan bisnis-bisnis lainnya. Dalam memulai bisnis dan mengembangkannya mereka juga pernah menangaku menggunakan riba. Meski belakangan ada yang memilih bilang memang tidak riba dari dulu dan memilih beli bekas asal cash ketimbang beli baru tapi kredit.

Siapa sih yang tidak mau beli apa-apa cash? Beli rumah cash? Beli motor cash? Beli mobil cash. Semua orang tentu maunya begitu. Namun kenyataannya tidak semua orang mampu untuk itu.

Mereka dengan segala filosofinya mengajar kan orang lain pengikutnya untuk katakan tidak pada riba. Daripada KPR mending ngontrak. Daripada kredit motor mending naik angkutan umum. Daripada kredit mobil mending DPnya beli motor saja atau belikan mobil bekas saja dulu.

Indahnya dunia fantasi. Lupakah mereka dengan alasan mereka tunduk pada riba dahulu kala? Lupakah mereka bahwa kini mereka punya followers yang mau mendengarkan ocehan mereka juga awalnya berkat riba? Huh? 

Wajarlah kini istilah tobat itu digeser menjadi hijrah.

Sedekahin dulu tuh seluruh hartamu baru boleh bicara soal Anti riba, wong Lo kayanya juga asalnya dari riba.

Wajarlah reaksi saya keras tentang statement "Anti Riba". Dulu keluarga saya ini tergolong paling anti namanya Riba. Hutang dagang pun tidak lama pasti langsung dibayar lunas. Namun kembali lagi, semua berubah saat negara api menyerang. Keluarga kami terpaksa menghalalkan riba demi menyambung hidup. Demi memenuhi kebutuhan disaat uang tidak ada.

Jadi bagaimana cara pandang saya tentang Riba? Ya semampunya saja, sesuai dengan kebutuhan saja dan coba perhitungkan dengan matang. Jika sudah punya penghasilan maka hitunglah bisa tidak 4-6 bulan kedepannya beli motor kontan misalnya, jika mampu maka lebih baik tidak usah kredit. Beli cash saja.

Hitung-hitungan bisnis memang seperti itu. Jika kita telat memutuskan maka harus siap harga naik dikemudian hari. Harga tanah dan rumah tidak pernah turun. Jangan samakan dengan zaman dulu tahun 90an rupiah berapa sekarang berapa. 

Ngimpi beli rumah cash tapi 10 tahun yang akan datang bukan tidak mungkin malah tidak pernah punya kesempatan untuk punya rumah. Karena saat 10 tahun berlalu, ternyata cuman cukup untuk DP saja. Banyak teman orang tua kami yang nyesel tidak KPR dari dulu. Alih-alih selama ini ngontrak yang memperkaya pemilik kontrakannya saja.

Nah kalau orang tua saya dulu ada uang langsung cari tanah agak kurang strategis dan masih sepi tidak apa-apa karena memang cuman disinilah yang harganya murah dan tidak terlalu jauh dari tempat ayah jualan waktu itu. Pelan-pelan baru bangun gubuk kemudian rumah. Eh ujung-ujungnya rumah yang dibangun tanpa riba ini malah menjadi agunan untuk dapat uang riba. Ya sudah nasipnya seperti ini....

*Tulisan belum lengkap, masih hanya berupa opini yang terlalu liar

Posting Komentar untuk "Sukses berkat Riba tapi ngajarin orang Anti Riba?"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ