Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pedagang Tega!! Lagi Butuh Harga Kemahalan 😅

Hai gaes, selamat datang Di blog CeritaK, blognya saya, Deka Firhansyah. Seorang biasa yang ingin menjadi orang yang luar biasa.

Blog DekaFirhansyah94.blogspot.com adalah blog tempat saya Berbagi catatan kuliah Administrasi Negara dan Manajemen, Tips dan trik ngeblog, menulis, serta curhat dan berbagi inspirasi.

Pada kesempatan kali ini saya akan kembali membahas seputar kisahku.

Hari ini saya merasakan apa yang dirasakan konsumen atau pembeli disaat benar-benar membutuhkan suatu barang dan ketika ditanyakan harganya ternyata malah kemahalan.
Rasanya nyess di hati. Teganya kau wahai para pedagang. Menjual atau menyediakan jasa dengan tarif yang terlalu mahal.

Kisah ini tentang Plat nomor polisi Si Putih. Setelah penantian lebih dari 40 hari 40 malam, hari ini (Rabu, 29 Agustus 2018) akhirnya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Si Putih bisa saya dapatkan.

Ceritanya besok adalah hari wisuda sahabat saya yang bernama Riyus Megi Sandra. Riyus begitulah saya biasa menyapanya.

Teringat dengan Riyus maka hari ini saya kembali berusaha menanyakan perihal  STNK Si Putih yang kemarin-kemarin katanya saya diminta menunggu kabar dari dealer. Saya tanyakan sebab besok (Rabu, 30 Agustus 2018) saya ingin berangkat menemui Riyus. Mana tau sudah selesai, pikir saya.

Ternyata memang benar STNK Si Putih sudah ada di dealer dan siap saya ambil. Setibanya di Dealer saya langsung menanyakannya. Menunggu sebentar, tanda tangan dan ya STNK Si Putih bisa saya bawa pulang. Untuk plat nomor polisi ternyata masih harus menunggu lebih lama lagi, seperti dugaan saya. "Tidak apa-apa sebab itu mudah, tinggal pergi ke tempat ketok plat nomor dan selesai masalahnya, palingan harganya Rp. 25 ribu 1 pasang", pikir saya.

Hari ini kebetulan saya kembali berangkat ke Palembang untuk belanja barang dagangan. "Sekalian saja bikin plat nomor polisi", pikir saya. Ya sudah, pulang dari belanja barang dagangan saya segera meluncur ke tempat ketok plat nomor polisi pinggir jalan.

Di tempat pertama ditawarkan harga Rp. 50 ribu. "Wah, kok mahal, kata ayah Rp. 20 ribu sepasang", pikir saya. Tawar menawar pun terjadi, saya agak tega karena menawar separuh harga yakni Rp.25 ribu. Saya pikir itu harga yang pantas. Namun ternyata ditolak dan pas di harga Rp. 40 ribu.

Saya kemudian kembali menyusuri jalan mencari tempat ketok plat nomor yang lainnya. Disana pun juga sama Rp. 50 ribu sepasang. Kembali saya tawar Rp. 25 ribu dan tidak dikasih dan pas harga mati Rp. 40 Ribu sembari beliau menunjukkan bahwa banyak orang yang lainnya juga sudah memesan dengan harga Rp. 50 ribu semua.

Dijalan saya berpikir bahwa pedagang itu sungguh tega. Mencari kesempatan dibalik kesempitan orang lain. Disaat harus menunggu lama demi sepasang plat nomor polisi yang resmi. Jasa ketok plat nomor yang mereka sediakan sungguh solusi yang praktis. Dan disitulah mereka tau bisa dapat lebih banyak keuntungan jika menaikkan harga. 2014 dulu harga jasa ketok plat nomor hanya Rp.25 ribu dan 2018 kini Rp. 50 ribu. Inflasi 100%. Kita tahu sendiri siapa presiden di periode itu. 

Dalam prinsip ekonomi hal seperti ini memang wajar sih, disaat permintaan tinggi maka harga akan naik. Sudah tahu orang-orang pasti butuh mengingat pihak Samsat  kekurangan Stok TNKB. 

Kemudian sampailah saya pada tempat ketok plat nomor yang ketiga. Ternyata sama saja, dipatok harga Rp. 50ribu sepasang. Disini tidak bisa kurang. Saya menyerah dengan penawaran Rp. 35 ribu namun tetap saja ditolak dan pas di harga Rp 50 ribu.

Padahal dari tempat ketok plat nomor yang pertama hingga ketiga yang saya temui sama-sama sepi, tapi entahlah harganya tetap saja mahal. "Wajar sepi, karena mahal, Ekonomi lagi sulit kok malah ikut menghimpit", pikir saya kesal.

Saya berpikir keras. Saya masih berusaha. Saya maju lagi ke arah Kota Palembang dan saya tidak melihat jika ada satu lagi tempat ketok plat nomor yang ada di sepanjang jalur Pangkalan Balai - Palembang. Saya sudah terlanjur memutar dan saya memutuskan untuk pulang saja dan pasrah menunggu saja hingga plat nomor yang asli keluar.

Hal lain yang bisa saya dapatkan dengan Rp. 50 ribu?

Saya menyerah. Dengan uang Rp 50 ribu saya bisa dapat beberapa hal lebih mendesak sebagai opsi lainnya. Pertama dengan uang Rp. 50 ribu saya bisa dapat modal untuk beli 5 bungkus Plastik merek Loco. Atau kedua dengan Rp. 50 ribu saya bisa beli 5 bungkus Plastik merek Ampera warna putih susu. Dengan uang Rp. 50 ribu itu sama dengan 50% dari biaya tes Siluet (TOEFL) Universitas Sriwijaya. Dengan uang Rp. 50 ribu + Rp. 2 ribu maka itu sama dengan setoran kredit dua hari. Intinya dengan harga Rp. 50 ribu saya keberatan untuk membuat plat nomor tiruan untuk sementara. Lagipula uang untuk bikin plat nomor itu rencananya akan pinjam uang setoran kredit motor.

Ditilang Gak ya?
Entahlah apakah Polisi dan LLAJ berhak untuk menilang jika terjadi razia dan saya diberhentikan. Saya punya SIM C dan saya memegang STNK Si Putih. Masalah plat nomor polisi yang belum terpasang itu murni kesalahan instansi terkait yang terlambat memberikannya. Jadi secara logika seharusnya saya lolos dari razia.

Namun tetap saja membawa kendaraan tanpa plat nomor polisi itu berbahaya sebab tidak ada bukti nyata bahwa kendaraan tersebut adalah milik kita. Selain itu kita juga jadi lebih susah dalam menemukan kendaraan mana yang punya kita.

Demikianlah pikiran kita jika berada dalam posisi sebagai konsumen. Beda lagi jika posisi kita sebagai penjual atau produsen. Adakalanya mungkin  si pedagang juga sebenarnya tidak tega karena menetapkan harga yang mahal-mahal.

Namun mau bagaimana lagi, sumber daya barang modal atau biaya produksi memang sudah mahal. Dengan demikian maka jelas pilihan menetapkan harga yang mahal-mahal adalah sebuah keharusan jika ingin bertahan.

Menurut saya ekonomi masyarakat kelas bawah sangat bergantung dengan nilai rupiah. Jika rupiah anjlok maka jelas harga-harga akan naik. 
Sekian.

Deka Firhansyah, S.I.P.
Deka Firhansyah, S.I.P. Saya saudara kembar dari Deki Firmansyah, S.E. Seorang pelajar yang masih ingin terus belajar. Biasa di panggil Dek, meski saya lebih suka dipanggil DK atau cukup K. Kami Blogger asal Kota Pangkalan Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan kelahiran Selasa, 29 Maret 1994. Senang berbagi informasi sejak kenal internet dan Facebook kemudian mengantarkan saya mengenal blog. Rutin menulis apa saja yang ingin saya tulis termasuk curhat di blog sejak tahun 2016. Selengkapnya kunjungi halaman about.

Posting Komentar untuk "Pedagang Tega!! Lagi Butuh Harga Kemahalan 😅"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ