Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Cukup, Kaya dan Miskin, Cara Mudah Membedakannya

Sebuah tulisan yang saya tulis kemarin (11/07/18). Berawal dari kekesalan atas berita-berita yang dimuat di beberapa media online ternama di Indonesia. Sya menulis status di Facebook menggunakan balai language sebagai berikut:
Awalnya saya beri judul sebagaimana yang tercantum dalam postingan lengkap di bawah ini "Cukup, Kaya dan Miskin" dan hari ini telah saya kirimkan ke media massa via email dengan judul yang sama. 

Beberapa saat jelang posting di blog ini, saya kemudian memikirkan sebuah judul yang dirasa agak pas. "Cukup, Kaya dan Miskin, Cara Mudah Membedakannya" judul yang pas.

Cukup, Kaya dan Miskin

Deka Firhansyah

Oleh: Deka Firhansyah
Seorang blogger di JelajahSumatera.net, StoryAboutGadget.com & DekaFirhansyah94.blogspot.com

Menurut saya ciri-ciri Miskin antara lain pertama ketika berangkat pergi keluar dari tempat tinggalnya kemanapun itu ditempuh dengan berjalan kaki. Terlalu ekstrim? Ya bagaimana, ongkos kendaraan umum juga mahal bagi Si miskin. Ciri kedua tidak mampu membeli kendaraan berupa sepeda motor biarpun kredit, sedikit bersyukur sempat bisa memiliki kendaraan berupa sepeda. Berangkat dari rumah ke kantor kelurahan pun bisa jadi tidak sanggup, mengingat mungkin jaraknya yang jauh dari tempat tinggal Si miskin dan juga jangan lupakan bahwa waktunya hanya untuk mencari nafkah. 

Ciri ketiga, Si miskin terjerat rutinitas mencari nafkah yang hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan 1 hari itu saja. Waktu sehari digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan. Kadang kurang, bahkan mungkin sering tidak cukup makan.

Ciri keempat, rumah Si miskin bisa jadi terlihat seperti hampir mau roboh. Tidak ada kaca. Bagian lantai rumah beralaskan tanah atau semen pecah-pecah. Tapi itu masih baik, masih untung punya rumah. Tanah tempat berdirinya rumah tersebut bisa jadi menumpang. Ada juga Si miskin yang  tidak punya rumah. Hanya mampu menyewa bedeng tua dengan sewa sedikit lebih murah. Namun itu masih untung, karena ada juga Si miskin yang tinggal di kolong jembatan.

Si miskin yang lebih beruntung. 
Ciri kelima, sudah sanggup menyekolahkan anak-anaknya. Meski dengan ngurangi fasilitas-fasilitas lainnya. Hanya sanggup memberi uang jajan yang sedikit bagi anak-anaknya, bahkan ada yang tidak ada uang jajan sama sekali karena uangnya hanya cukup untuk keperluan sekolah. 

Ciri keenam peralatan sekolah serba murah. Baju sekolah paling murah atau dihitung untuk bertahan dalam jangka waktu lama. Sepatu juga yang paling murah dengan kualitas yang dianggap bisa tahan lam. Tas sekolah juga yang murah dan berharap semoga bertahan lama. Alat-alat sekolah lainnya pun diukur yang paling murah. 

Ciri Ketujuh, lampu rumah menggunakan tegangan listrik kecil dan harga murah. Bersyukur masih punya akses terhadap kebutuhan primer berupa penerangan.

Ciri kedelapan dilihat dari segi apa yang dimakan, makan beras murah, ikan murah, sayur mayur yang murah. Melewatkan hari-hari besar secara sederhana tanpa kemewahan yang cenderung berlebihan.

Ciri kesembilan mungkin beda-beda. Ada orang tua yang punya uang hanya cukup untuk bayar sekolah dengan penghematan anggaran sambil berharap agar bisa cukup untuk sekolah setinggi-tingginya lanjut ke jenjang smp, sma, bahkan kalau bisa sampai S1. Orang tua tipe ini memilih berinvestasi pada pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

Masih ciri kesembilan. Ada juga orang tua yang memilih cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang SMA saja dan kemudian kalau ada sisa uangnya dapat digunakan sebagai modal anak-anaknya dalam menyambung hidup.

Demikianlah ciri-ciri Si miskin menurut saya. mungkin kriteria miskin menurutmu bisa jadi berbeda. 

Herannya Pemerintah seolah tidak bisa membedakan mana yang miskin dan mana yang tidak miskin. Berlindung di balik kata kecolongan, banyak program untuk rakyat miskin yang tidak tepat sasaran. Pelaksanaan program dengan cara jemput bola memang sangat diperlukan untuk meminimalisir kecurangan.

Namun perlu tambahan anggaran untuk transport petugasnya. Kemudian pasti muncul alasan “tidak ada anggaran”. Seperti banyaknya program untuk rakyat lainnya selalu terbentur kalimat tersebut, sebut saja misalnya pemasangan lampu jalan hasil hibah dari pemprov DKI yang hingga kini belum juga dipasang juga (Tribun Sumsel, 10/07). Herannya, selalu ada anggaran untuk pengadaan kendaraan dinas yang wujudnya hampir berganti tiap tahunnya.

Miris melihat banyaknya berita yang dimuat di media online. Surat Keterangan tidak Mampu (SKTM) atau Surat Miskin menjadi laris manis setelah  adanya alokasi khusus kuota 20% kursi di sekolah negeri bagi siswa miskin. Sekaligus menggambarkan kondisi bahwa rakyat miskin bertambah.

Dalam beberapa berita disebutkan bahwa takut kalah bersaing itu yang menjadi persoalan. Orang tua ingin anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri. Selain demi gengsi, juga berharap biayanya lebih murah ketimbang sekolah swasta. Jelas lebih hemat jika kursi yang di dapat adalah kursi bagi Si miskin.

Dengan kesalnya hati ini sampai tega diri ini sampai berkata sedikit kasar dalam menulis status Facebook. Meski kasar, namun berisi tips untuk memenangkan seleksi. Dan berikut tips dari saya yang telah memenangkan Seleksi SMP negeri, 2 SMA Negeri dan 2 perguruan tinggi negeri. Sombong.

Kalau tidak mau kalah bersaing ya belajar. Kurangi main. kurangi bersenang-senang. Rajin-rajin membuka catatan-catatan pelajaran selama disekolah. Tidak pernah mencatat? Pinjam catatan punya teman yang rajin mencatat, fotokopi catatan teman tersebut, tapi ingat jangan pupa tanggungjawab dengan mengembalikan  catatan tersebut.

Jika sudah belajar masih  tidak lulus juga maka waktunya move on. Cari sekolah yang lain. Menurut saya sebenarnya sekolah manapun sama saja. Ibarat hitung-hitungan, 1+1 hasilnya tetap sama dengan 2. Tidak mungkin tetap sama dengan  1 meski sudah tambah 1. Selanjutnya tergantung dari usaha dan kerja keras sang siswa-siswi.

Keluarga kami dak pernah mengaku miskin. Setidaknya hampir tidak pernah. Padahal bisa dibilang hampir tergolong miskin. Tergantung situasi dan pembandingnya. Kalau mau tahu kami bersekolah di SMA Plus, berarti jelas disitu kami hampir tergolong paling miskin, tidak tahu juga adakah kemungkinan siswa yang berasal dari keluarga lebih miskin daripada kami. Itu bukanlah hal yang penting untuk diperdebatkan karena tidak penting. Buka mata dan buka panca indera lainnya pasti bisa tahu.

Ketika dikasih bantuan ya kami terima walau agak berat hati karena di luar sana ada banyak yang lebih susah. dan tentu di keluarga, saya tidak diajarkan untuk sengaja minta-minta. Tidak perlu  saya  sebut SPP SMA saya berapa? Yang jelas lebih mahal daripada SPP unsri angkatan kami. Jadi, kami terbilang cukup.

Entah mengapa tertulis begitu saja. Berita-berita tersebut sungguh mengusik saya. Semoga apa yang saya tuliskan ini dapat sedikit memberikan pencerahan. Terimakasih.

Deka Firhansyah, S.I.P.
Deka Firhansyah, S.I.P. Saya saudara kembar dari Deki Firmansyah, S.E. Seorang pelajar yang masih ingin terus belajar. Biasa di panggil Dek, meski saya lebih suka dipanggil DK atau cukup K. Kami Blogger asal Kota Pangkalan Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan kelahiran Selasa, 29 Maret 1994. Senang berbagi informasi sejak kenal internet dan Facebook kemudian mengantarkan saya mengenal blog. Rutin menulis apa saja yang ingin saya tulis termasuk curhat di blog sejak tahun 2016. Selengkapnya kunjungi halaman about.

Posting Komentar untuk "Cukup, Kaya dan Miskin, Cara Mudah Membedakannya"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ