Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mari Bersatu Membangun Indonesia

Indahnya Persatuan dan Kesatuan, Mari Bersatu Membangun Indonesia
Oleh: Deka Firhansyah 
NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mungkin orang-orang sudah mulai lupa itulah nama lengkap negara kita. Sebuah negara yang terdiri atas sekitar 17.000 pulau yang terpisah oleh lautan yang sangat luas. Itulah nama resmi negara kita menggantikan penyebutan Nusantara dan Hindia-Belanda. 
Berdasarkan bunyi UUD 1945 BAB I Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 Ayat 1 Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Adapun menurut UUD 1945 Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan sub nasionalnya, hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat untuk didelegasikan. Kemudian, Pasal 37 ayat (5) menegaskan bahwa, "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan."
Mengacu pada nama negara kita, jelas kesatuan amat sangat penting bagi negara ini. Tanpa bersatu rasanya mana mungkin negara kita bisa merdeka. Dengan bersatulah negara kita bisa bangkit dan meraih kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 atau dikenal dengan hari proklamasi. Sejak membentuk negara Indonesia, bangsa ini bertekad untuk berada dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang wilayahnya tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Kepulauan Sangir Talaud hingga Kepulauan Rote Ndao.
Jauh sebelum proklamasi, pergerakan rakyat dalam upaya mengusir penjajah selalu berakhir tragis. Sejarah mencatat banyak tokoh-tokoh pahlawan yang tewas setelah menerima perjanjian damai atau gencatan senjata. Bagi pemerintah kolonial belanda gencatan senjata artinya mereka punya waktu untuk fokus menumpas satu persatu  pergerakan rakyat yang masih terkotak-kotak pada saat itu. Gencatan senjata adalah taktik pemerintah kolonial Belanda agar bisa menumpas pergerakan-pergerakan rakyat dengan kekuatan maksimal gabungan pasukan Pemerintah Kolonial Belanda dari daerah lain yang sedang dalam perjanjian gencatan senjata.
Contoh nyata dalam buku sejarah selalu diceritakan bagaimana kekalahan kelompok yang dipimpin tokoh pahlawan Tuanku Imam Bonjol di Sumatera (perang padri) dan kelompok pergerakan yang dipimpin Pangeran Diponegoro di tanah Jawa (perang Jawa). Keduanya sama-sama berlandaskan Islam dan bertujuan menegakkan syariat Islam. Pada waktu yang bersamaan saat terjadinya gencatan senjata dengan kelompok pimpinan Tuanku Imam Bonjol, Pemerintah Kolonial Belanda secara diam-diam menarik pasukannya dari tanah Sumatera ke tanah Jawa untuk membantu menaklukkan pergerakan rakyat pimpinan tokoh pahlawan lainya yakni Pangeran Diponegoro. Setelah berhasil membereskan Pangeran Diponegoro barulah kekuatan penuh tentara Pemerintah Kolonial Belanda kemudian dikerahkan untuk menyerang kelompok Tuanku Imam Bonjol sekaligus menandai kalau Pemerintah Kolonial Belanda mengingkari perjanjian damainya.
Andai pergerakan rakyat kala itu sudah bersatu secara nasional dan kelompok pimpinan Tuanku Imam Bonjol menyadari bahwa Perjanjian damai tersebut (perjanjian masang) adalah bagian dari taktik perang yang dilancarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda karena kesulitan dalam menghadapi pasukan pimpinannya dan juga secara bersamaan harus menghadapi serangan pasukan pimpinan Pangeran Diponegoro. Jika tahu, tentu Tuanku Imam Bonjol tidak akan menerima perjanjian damai dengan Pemerintah Kolonial Belanda atau memanfaatkan perjanjian damai itu untuk melakukan serangan penghabisan. Pemerintah Kolonial Belanda tidak akan sempat bisa menggunakan taktik gencatan senjata dan harus menghadapi dua pertempuran besar sekaligus.
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan lahir tanpa bersatunya rakyat dalam menghadapi penjajah. Sampai kemudian lahirlah peristiwa "Sumpah Pemuda" yang membuat rakyat bersatu untuk kemerdekaan Indonesia. Mengaku berbangsa yang satu, berbahasa yang satu, bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia.
Persatuanlah yang membuat negara kita merdeka. Dengan bersatulah kita bisa menjadi kuat dan berhasil mengusir penjajah. Lalu kenapa kita Zaman Now tidak mau bersatu?
Pembangunan Indonesia tidak akan maksimal jika rakyat tidak bersatu dan mendukung pemerintah. Hasil pembangunan yang dibangun menggunakan uang kita hanya akan sia-sia jika tidak dimaksimalkan. Tunjukkan sekali lagi, mari bersatu membangun Indonesia dan tunjukan pada dunia bahwa kita kuat karena bersatu.
Mari Bersatu Membangun Indonesia.
Jujur saya tidak yakin dengan kalimat itu. Saya tidak yakin kalimat itu cukup untuk membangkitkan semangat bangsa yang kini semakin tercerai-berai. Dalam masyarakat terdiri atas faksi-faksi yang saling tidak percaya satu sama lain. Saling khawatir dan merasa akan tiba saat dimana dikhianati. Adanya rasa saling tidak percaya ini melahirkan rasa saling waspada yang berujung penghambat dalam persatuan dan kesatuan. Namun tidak begitu cara negara ini merdeka. Negara ini tidak bisa merdeka bila meninggalkan pihak lainnya. Semua bersatu antar golongan, agama, suku, ras budaya dan kepercayaan untuk mengusir penjajah. Semua bersatu untuk meraih kemerdekaan. Bebas lepas dari belenggu penjajah.
Mengapa kini kita sulit bersatu jika dulu kita bisa bersatu antar golongan, agama, suku, ras, budaya dan kepercayaan bersama bersatu dalam mengusir penjajah?
Kepentingan, itu satu kata jawaban saya. Setelah merdeka Negara kita menghadapi perang yang lebih besar meski tidak terlihat nyata dengan adanya pertumpahan darah.  Terjadi perang kepentingan. Ada faksi yang tidak sepenuhnya setuju dengan cara negara kita memperoleh kemerdekaan. Ada pemikiran merasa paling berjasa karena punya basis mayoritas. Ada yang merasa bahwa persatuan kita adalah sesuatu yang dipaksakan. Mengapa mayoritas harus mendengar suara minoritas sementara tanpa mayoritas pihak minoritas tidak punya kekuatan untuk mengusir penjajah. Mengapa? Entahlah.
Satu yang pasti, sejarah membuktikan pergerakan-pergerakan rakyat dimasa lampau hanya berakhir dengan kisah tragis jika hanya didukung berdasarkan golongan tertentu, agama, suku, ras, budaya, dan kepercayaan yang sama. Hasilnya gagal merdeka dan malah di tumpas dan dibumihanguskan oleh penjajah. Seperti contoh pergerakan Tuanku Imam Bonjol di Sumatera dan Pangeran Diponegoro di tanah Jawa. Persatuanlah yang kemudian memberikan harapan cerah. Pergerakan-pergerakan lintas golongan, agama, suku, ras, budaya, dan kepercayaan akhirnya membuahkan hasil kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tugas kita sekarang bagaimana mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan-pembangunan yang berguna bagi nusa dan bangsa. 
Sadarlah wahai rakyat Indonesia. Mengedepankan perbedaan dan saling silang pendapat hanya akan membuat negara kita lemah. Jadi, mari kita singkirkan perbedaan golongan, agama, suku, ras, budaya dan kepercayaan demi pembangunan bangsa dan negara kita. Mari bersama-sama kita tunjukkan kontribusi kita bagi bangsa dan negara kita. Kita jadikan perbedaan itu seperti pelangi, warna-warni harmoni dan indah. Mari bersatu membangun Indonesia.

Deka Firhansyah, S.I.P.
Deka Firhansyah, S.I.P. Saya saudara kembar dari Deki Firmansyah, S.E. Seorang pelajar yang masih ingin terus belajar. Biasa di panggil Dek, meski saya lebih suka dipanggil DK atau cukup K. Kami Blogger asal Kota Pangkalan Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan kelahiran Selasa, 29 Maret 1994. Senang berbagi informasi sejak kenal internet dan Facebook kemudian mengantarkan saya mengenal blog. Rutin menulis apa saja yang ingin saya tulis termasuk curhat di blog sejak tahun 2016. Selengkapnya kunjungi halaman about.

Posting Komentar untuk "Mari Bersatu Membangun Indonesia"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ