Mungkin Belum Saatnya Bagi Tulisan saya yang berbau politik yakni untuk terbit
Sepertinya memang masih terlalu dini bagi saya untuk mengirimkan tulisan terkait kritik politik, 1000+ kata yang hanya akan sia-sia jika tulisan itu tidak diterbitkan. Saya berharap pak presiden membacanya dan turut merasakan betapa kecewanya saya meski saya tidak memilih beliau dalam pemilu yang lalu.
.
Dalam bergulirnya waktu, saya berharap apa yang sudah saya perkirakan dulu adalah sebuah kekeliruan. Berharap presiden dapat membuat saya tidak bisa berkomentar, sama halnya seperti yang ditunjukkan sang mantan gubernur mahasiswa itu saat sebelum menjadi gubernur mahasiwa.
.
Nyatanya tidak. Satu janji untuk membentuk pemerintahan yang profesional masih bisa diterima kalau memang orang-orang profesional itu ternyata masih juga berasal dari partai.
.
Namun, untuk kemudian menarik ludah dengan "seolah" melegalkan menteri merangkap jabatan sebagai pemimpin partai politik rasanya sudah berlebihan. Itu ludah sudah menetes ke lantai loh, kok sampai hati, tega harus dijilat lagi. Menjijikkan.
.
.
I Win. Tidak keliru sama sekali saat saya dulu memutuskan untuk tidak memilih beliau.
.
Itu baru satu. Toh itu adalah janji yang sebenarnya paling mudah untuk ditepati. Presiden memang punya hak prerogatif untuk membentuk struktur kementrian. Namun kok sampai menjilat ludah yang tumpah ke lantai. Masih bisa diterima jika para menteri yang dipilih merupakan kawan dekat beliau sejak kecil hingga sukses.
.
Belum lagi janji swasembada pangan. Boro-boro swasembada, yang jelas muncul isu kelaparan dan gizi buruk di Papua.
.
Dalam bergulirnya waktu, saya berharap apa yang sudah saya perkirakan dulu adalah sebuah kekeliruan. Berharap presiden dapat membuat saya tidak bisa berkomentar, sama halnya seperti yang ditunjukkan sang mantan gubernur mahasiswa itu saat sebelum menjadi gubernur mahasiwa.
.
Nyatanya tidak. Satu janji untuk membentuk pemerintahan yang profesional masih bisa diterima kalau memang orang-orang profesional itu ternyata masih juga berasal dari partai.
.
Namun, untuk kemudian menarik ludah dengan "seolah" melegalkan menteri merangkap jabatan sebagai pemimpin partai politik rasanya sudah berlebihan. Itu ludah sudah menetes ke lantai loh, kok sampai hati, tega harus dijilat lagi. Menjijikkan.
.
Solusinya. Sang sekjen seharusnya legowo mengundurkan diri sebagai sekjen dan sang ketum juga seharusnya mundur dari kursi ketum karena tenaganya "sepertinya" masih dibutuhkan oleh presiden dan negara.
.
I Win. Tidak keliru sama sekali saat saya dulu memutuskan untuk tidak memilih beliau.
.
Itu baru satu. Toh itu adalah janji yang sebenarnya paling mudah untuk ditepati. Presiden memang punya hak prerogatif untuk membentuk struktur kementrian. Namun kok sampai menjilat ludah yang tumpah ke lantai. Masih bisa diterima jika para menteri yang dipilih merupakan kawan dekat beliau sejak kecil hingga sukses.
.
Belum lagi janji swasembada pangan. Boro-boro swasembada, yang jelas muncul isu kelaparan dan gizi buruk di Papua.
Posting Komentar untuk "Mungkin Belum Saatnya Bagi Tulisan saya yang berbau politik yakni untuk terbit"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊