Kirim Opini Soal Politik ke Koran Lokal
Kirim Opini Soal Politik ke Koran Lokal
.
Yah, akhirnya saya kirimkan juga salah satu dari beberapa tulisan bertema politik yang saya buat ke media lokal itu. Mau bagaimana lagi, media nasional tidak ada memberikan balasan, padahal saya kirimnya beda tulisan, beda media, dan beda waktunya. Awalnya saya menganggap tulisan itu akan meninggalkan resiko. Jadi tidak keren kalau terbitnya di koran lokal, lagipula sudah pasti tidak dibayar. Nyesek udah beda sendiri eh gak dapat duit malah dapat musuh (kalu).
.
Tetap saya tulis karena itu jadi beban dalam pikiran. Saya menulis untuk meringankan beban. Bukan hobi. Percaya atau tidak, saya sama sekali tidak menyukai dunia tulis menulis. Bahkan menulis adalah pelajaran yang paling saya benci. Jadi wajar saja kalau TULISAN SAYA JELEK, karena saya dulu sering mengumpat guru saat disuruh menulis. Ontok ape buk, aidah, is dah ngape pule ade pelajaran Bahasa Indonesia awak kite ni urang Indonesia tula, benci nian aku kalu disuruh nulis nih. Tentu tidak satupun dari kata-kata itu terucap jelas dihadapan guru tersebut. Lebih benci lagi karena saya sudah susah-susah menulis dan ternyata nilainya kecil, rasanya sakit hati ini. Jangan tanya saya soal cara menulis, karena saya tidak tahu. Tulisan saya hanya tulisan suka-suka berawal dari sering membaca tulisan dua orang bos media membuat saya yakin, "waya tulisan macem itu aku jg bise".
.
Ketika Anda berbeda pendapat dengan kebanyakan orang maka harus siap menerima kritik. Ada banyak kaum fanatik yang menerima bahkan rela menambahkan beberapa alasan pembenaran. Entahlah, saya heran ketika seseorang sudah dijadikan idola maka tindakan sang idola itu akan selalu benar dimata fansnya. Apapun salahnya selalu dicari alasan pembenaranya yang kadang tidak sesuai. Dan yang berbeda pendapat selalu diposisikan seolah-olah berada di barisan seberang. Padahal tidak.
.
Terutama saya, tulisan yang saya tulis opini murni adalah kenyataan. Jika menurutmu tulisanku yang barusan kukirim (kalau terbit) terlalu menyudutkan sang idolamu maka maafkanlah diriku. Salahkan sang idola mu sendiri mengapa berani menganulir kata-katanya sendiri. Kritik tidak akan datang jika Anda tidak membuat kesalahan. Minimal Anda melakukan sesuai seperti yang pernah Anda katakan apa pun resikonya.
Anda tinggal menunggu tulisan untuk idola yang lain yang juga saya tulis, tapi jangan hanya menunggu di koran. Tidak semua yang saya tulis bisa diakomodir oleh koran. Jangan membayangkan tulisan saya bisa terbit di satu media setiap hari. Setiap bulan saja rasanya hampir mustahil. So, kalau mau lihat kenyataan bahwa saya tidak punya sudut yang dibela maka, rajinlah berkunjung ke web, blog, situs atau apalah kamu ingin menyebutnya sebagai media pribadi milik saya, karena disanalah semua tulisan saya akan saya terbitkan termasuk soal pandangan politik saya selaku mahasiswa adminstrasi negara yang pernah belajar Pengantar Ilmu Politik 3 SKS dan Sistem Politik Indonesia yang juga 3 SKS.
.
Sejatinya opini itu bebas. Jika opini mu berbeda dengan opini saya atau berbeda dengan opini orang lain itu wajar, toh itu hanya opini. Tidak perlu lah ribut-ribut masalah opini orang apalagi sampai menganggap sang penulis opini (dia yang menulis opini nya) sengaja melakukan penggiringan opini. Kita harus berpikir secara cerdas. Itu hanya opini orang lain. Jika menurutmu salah maka selalu terbuka peluang bagimu untuk menulis dan menertibkan tulisan mu. Terserah tulisan yang juga opini itu mau dikirim ke media massa juga atau media pribadi milikmu. Itu terserah kamu.
.
Satu hal yang pasti, menurut saya jika seseorang itu ribut-ribut soal opini milik orang lain maka akan terlihat jelas jika orang itu bukanlah orang yang elegan. Orang yang elegan itu tidak perlu menunjukkan siapa dirinya dengan kata-kata kasar tapi lewat perbuatannya yang lembut, halus, namun tiba-tiba pelan namun pasti berada di urutan depan.
adapun tulisan yang saya maksud telah saya posting disin==>>Opini Balas Opini, Berita benar ya jangan balas berita bohong
.
Yah, akhirnya saya kirimkan juga salah satu dari beberapa tulisan bertema politik yang saya buat ke media lokal itu. Mau bagaimana lagi, media nasional tidak ada memberikan balasan, padahal saya kirimnya beda tulisan, beda media, dan beda waktunya. Awalnya saya menganggap tulisan itu akan meninggalkan resiko. Jadi tidak keren kalau terbitnya di koran lokal, lagipula sudah pasti tidak dibayar. Nyesek udah beda sendiri eh gak dapat duit malah dapat musuh (kalu).
.
Tetap saya tulis karena itu jadi beban dalam pikiran. Saya menulis untuk meringankan beban. Bukan hobi. Percaya atau tidak, saya sama sekali tidak menyukai dunia tulis menulis. Bahkan menulis adalah pelajaran yang paling saya benci. Jadi wajar saja kalau TULISAN SAYA JELEK, karena saya dulu sering mengumpat guru saat disuruh menulis. Ontok ape buk, aidah, is dah ngape pule ade pelajaran Bahasa Indonesia awak kite ni urang Indonesia tula, benci nian aku kalu disuruh nulis nih. Tentu tidak satupun dari kata-kata itu terucap jelas dihadapan guru tersebut. Lebih benci lagi karena saya sudah susah-susah menulis dan ternyata nilainya kecil, rasanya sakit hati ini. Jangan tanya saya soal cara menulis, karena saya tidak tahu. Tulisan saya hanya tulisan suka-suka berawal dari sering membaca tulisan dua orang bos media membuat saya yakin, "waya tulisan macem itu aku jg bise".
.
Ketika Anda berbeda pendapat dengan kebanyakan orang maka harus siap menerima kritik. Ada banyak kaum fanatik yang menerima bahkan rela menambahkan beberapa alasan pembenaran. Entahlah, saya heran ketika seseorang sudah dijadikan idola maka tindakan sang idola itu akan selalu benar dimata fansnya. Apapun salahnya selalu dicari alasan pembenaranya yang kadang tidak sesuai. Dan yang berbeda pendapat selalu diposisikan seolah-olah berada di barisan seberang. Padahal tidak.
.
Terutama saya, tulisan yang saya tulis opini murni adalah kenyataan. Jika menurutmu tulisanku yang barusan kukirim (kalau terbit) terlalu menyudutkan sang idolamu maka maafkanlah diriku. Salahkan sang idola mu sendiri mengapa berani menganulir kata-katanya sendiri. Kritik tidak akan datang jika Anda tidak membuat kesalahan. Minimal Anda melakukan sesuai seperti yang pernah Anda katakan apa pun resikonya.
.
Anda tinggal menunggu tulisan untuk idola yang lain yang juga saya tulis, tapi jangan hanya menunggu di koran. Tidak semua yang saya tulis bisa diakomodir oleh koran. Jangan membayangkan tulisan saya bisa terbit di satu media setiap hari. Setiap bulan saja rasanya hampir mustahil. So, kalau mau lihat kenyataan bahwa saya tidak punya sudut yang dibela maka, rajinlah berkunjung ke web, blog, situs atau apalah kamu ingin menyebutnya sebagai media pribadi milik saya, karena disanalah semua tulisan saya akan saya terbitkan termasuk soal pandangan politik saya selaku mahasiswa adminstrasi negara yang pernah belajar Pengantar Ilmu Politik 3 SKS dan Sistem Politik Indonesia yang juga 3 SKS.
.
Sejatinya opini itu bebas. Jika opini mu berbeda dengan opini saya atau berbeda dengan opini orang lain itu wajar, toh itu hanya opini. Tidak perlu lah ribut-ribut masalah opini orang apalagi sampai menganggap sang penulis opini (dia yang menulis opini nya) sengaja melakukan penggiringan opini. Kita harus berpikir secara cerdas. Itu hanya opini orang lain. Jika menurutmu salah maka selalu terbuka peluang bagimu untuk menulis dan menertibkan tulisan mu. Terserah tulisan yang juga opini itu mau dikirim ke media massa juga atau media pribadi milikmu. Itu terserah kamu.
.
Satu hal yang pasti, menurut saya jika seseorang itu ribut-ribut soal opini milik orang lain maka akan terlihat jelas jika orang itu bukanlah orang yang elegan. Orang yang elegan itu tidak perlu menunjukkan siapa dirinya dengan kata-kata kasar tapi lewat perbuatannya yang lembut, halus, namun tiba-tiba pelan namun pasti berada di urutan depan.
adapun tulisan yang saya maksud telah saya posting disin==>>Opini Balas Opini, Berita benar ya jangan balas berita bohong
Posting Komentar untuk "Kirim Opini Soal Politik ke Koran Lokal"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊