Ketika Jabatan Politik sudah seperti Lapangan Pekerjaan
Bukan sesuatu hal yang baru jika seseorang rela mengeluarkan sejumlah uang tertentu untuk sebuah pekerjaan.
Belakangan lewat nyanyian pak La Nyalla Mattalliti dalam jumpa persnya 11 Januari 2018 terungkap bahwa beliau dimintai Rp40 milyar oleh pak Prabowo Subianto untuk keperluan membayar saksi di pilgub Jatim. Meski akhirnya tidak dicalonkan, La Nyalla mengaku sudah menyerahkan uang ke pengurus Gerindra Rp5,9 milyar. Namun, Gerindra menegaskan tidak pernah meminta mahar pencalonan.
Menurut bendahara pak La Nyalla Mattalitti, Tubagus Daniel Hidayat di studio Metro TV, Jakarta, yang saya kutip dari Harian Umum Media Indonesia 16-01-2018 mengatakan pihaknya memiliki bukti berupa rekaman pembicaraan. Pun begitu dengan bukti pembayaran kepada pengurus Gerindra. "bukti pembayaran termasuk cek dan pemberian barang. Total ada sekitar Rp6 milyar."
Disini saya hanya akan fokus pada "Jabatan Politik yang sudah seperti lapangan pekerjaan". Jika memang untuk menjadi seorang pejabat politik harus dengan cara memberikan mahar maka wajarlah lapangan pekerjaan di lingkungan pemerintahan juga turut diperjual-belikan.
Dengan sejumlah modal besar yang sudah dikeluarkan saat akan mencalonkan diri mengisi jabatan-jabatan politik tersebut maka ketika beliau sudah berhasil mengisi jabatan itu orientasinya jelas yang pertama adalah untuk balik modal.
Pernyataan pak La Nyalla Mattalitti menurut saya sangat berani. Beliau menurut saya sudah terlalu nekat untuk mengambil posisi bermusuhan dengan kubu Gerindra dan utamanya karena beliau telah mencatut nama pak Prabowo Subianto.
Terlepas dari benar atau tidaknya ada permintaan "Mahar" dari pak Prabowo Subianto menurut saya masyarakat awam jelas tidak peduli dan justru mungkin akan berkata "sudah kuduga". Suap menyuap untuk mendapat pekerjaan memang sesuatu yang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, jadi menurut saya sudah tidak ada pengaruhnya.
Calon Gubernur SumSel yang diusung partai Gerindra pak Syarifudin Aswari Rivai mengaku tidak diminta maupun memberikan mahar sepeserpun kepada pak Prabowo Subianto. Entah kenapa kok beda ya dengan pernyataan pak La Nyalla Mattalitti? Ataukah pernyataan ini hanyalah bentuk kekecewaan pribadi dan kelompok dari pak La Nyalla Mattalitti atas kegagalannya dalam mengikuti panggung demokrasi pilgub Jatim. Entahlah?
Belakangan lewat nyanyian pak La Nyalla Mattalliti dalam jumpa persnya 11 Januari 2018 terungkap bahwa beliau dimintai Rp40 milyar oleh pak Prabowo Subianto untuk keperluan membayar saksi di pilgub Jatim. Meski akhirnya tidak dicalonkan, La Nyalla mengaku sudah menyerahkan uang ke pengurus Gerindra Rp5,9 milyar. Namun, Gerindra menegaskan tidak pernah meminta mahar pencalonan.
Menurut bendahara pak La Nyalla Mattalitti, Tubagus Daniel Hidayat di studio Metro TV, Jakarta, yang saya kutip dari Harian Umum Media Indonesia 16-01-2018 mengatakan pihaknya memiliki bukti berupa rekaman pembicaraan. Pun begitu dengan bukti pembayaran kepada pengurus Gerindra. "bukti pembayaran termasuk cek dan pemberian barang. Total ada sekitar Rp6 milyar."
Disini saya hanya akan fokus pada "Jabatan Politik yang sudah seperti lapangan pekerjaan". Jika memang untuk menjadi seorang pejabat politik harus dengan cara memberikan mahar maka wajarlah lapangan pekerjaan di lingkungan pemerintahan juga turut diperjual-belikan.
Dengan sejumlah modal besar yang sudah dikeluarkan saat akan mencalonkan diri mengisi jabatan-jabatan politik tersebut maka ketika beliau sudah berhasil mengisi jabatan itu orientasinya jelas yang pertama adalah untuk balik modal.
Belakangan para orang tua bangga ketika sanggup mengeluarkan uang jutaan, puluhan juta, hingga ratusan juta rupiah agar anaknya bisa mendapatkan pekerjaan di berbagai instansi. Jangan dijawab tidak, karena begitulah faktanya, jika tidak ada uang maka tipis peluang untuk bekerja.
Pernyataan pak La Nyalla Mattalitti menurut saya sangat berani. Beliau menurut saya sudah terlalu nekat untuk mengambil posisi bermusuhan dengan kubu Gerindra dan utamanya karena beliau telah mencatut nama pak Prabowo Subianto.
Terlepas dari benar atau tidaknya ada permintaan "Mahar" dari pak Prabowo Subianto menurut saya masyarakat awam jelas tidak peduli dan justru mungkin akan berkata "sudah kuduga". Suap menyuap untuk mendapat pekerjaan memang sesuatu yang sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, jadi menurut saya sudah tidak ada pengaruhnya.
Calon Gubernur SumSel yang diusung partai Gerindra pak Syarifudin Aswari Rivai mengaku tidak diminta maupun memberikan mahar sepeserpun kepada pak Prabowo Subianto. Entah kenapa kok beda ya dengan pernyataan pak La Nyalla Mattalitti? Ataukah pernyataan ini hanyalah bentuk kekecewaan pribadi dan kelompok dari pak La Nyalla Mattalitti atas kegagalannya dalam mengikuti panggung demokrasi pilgub Jatim. Entahlah?
Posting Komentar untuk "Ketika Jabatan Politik sudah seperti Lapangan Pekerjaan"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊