Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pangkalan Balai Banjir

Mencari Jalan Pulang

Saya tau cerita ini udah basi. Kejadian di cerita ini terjadi kemarin tanggal 28 Mei 2017. Basi. Pake Banget. Kalau website ini adalah sebuah media yang isinya portal berita tentu cerita berjudul "Pangkalan Balai Banjir" yang saya tulis ini menjadi kurang update, aktual, akurat dan berimbang. Suka-suka saya dong buat membela diri😄

Tapi ya gitu. Ini adalah website Dekapunya. Websitenya milik Deka Firhansyah jadi ya suka-suka Deka dong 😄. Cerita ini punya momen yang spesial bagi saya. Momen dimana saya harus keliling mencari jalan pulang. Ya, mencari jalan pulang.

Mencari jalan pulang disini bukan berarti seperti pada sinetron religi yang biasa muncul saat bulan Ramadhan atau bulan puasa. Kalau di sinetron religi mencari jalan pulang artinya berisi kisah perjalanan pertaubatan menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Kalau versi saya? Persis sama seperti arti kalimatnya. "Mencari jalan pulang" yang kemudian bisa saya lengkapi "mencari jalan pulang ke rumah yang tidak terkena banjir atau setidaknya tergenang air paling rendah.

Seperti biasa hari itu saya berjualan di pasar. Hujan sejak sekitar pukul 11.00 WIB dan bertambah makin deras saat pukul 13.00 WIB membuat pasar jadi sepi nian (bahasa dusun). Pukul 15 lewat saya memutuskan tutup dan pulang. Sebelumnya orangtua saya telah lebih dahulu pulang dari kalangan jauh yang pernah saya tulis disini: Catatan Perjalanan Berdagang: Pasar Kalangan Teluk Betung (selalu ada lubang).

Saya berjalan kaki melewati rute jalan pintas yang biasa saya lewati. Banjir tepat didepan mata saya, untung itu bukan rute jalan saya. Saya belok kanan dan ternyata juga sama. Banjir. Atas saran orang yang tinggal dekat situ saya akhirnya memilih mengambil jalan lain dan memutar.

Melewati jalur jalan aspal yang biasa saya lewati saat berkendaraan ternyata juga sama. Banjir. Malah yang satu ini tampak lebih dalam dan mengerikan. Mengapa ngeri? Jelas karena saya sama sekali tidak bisa berenang. Sama sekali tidak bisa berenang. Air terlihat mengalir cukup deras. Untuk membuat saya yang bertubuh kurus dan tidak bisa berenang memilih mengurungkan niat melewati jalur tersebut. Saya memilih kembali memutar.

Memang rute jalan dari pasar menuju ke rumah saya melewati sebuah anak sungai kecil yang sekarang lebih tepat seperti sebuah parit atau saluran drainase yang besar. Setiap sisi sungai atau drainase tersebut telah ramai menjadi rumah-rumah rumah penduduk.

Saya menuju rute lain lagi. Kali ini melewati jalan lintas antar Sumatera. Ternyata sama. Banjir. Tepat di depan simpang kedondong, kelurahan kedondong raye. Sepertinya air ingin kembali mengambil wilayahnya. Memang kalau di lihat secara keseluruhan, lokasi banjir tersebut memang merupakan jalur bantaran sungai kecil yang tadi sempat saya singgung. Saat air meluap tentu sungai menjadi melebar dan besar. Benar-benar terlihat seperti sungai bila dilihat saat banjir seperti kemarin.

Saya mendapat kabar rumah salah seorang teman saya yang ada di dekat jalan lintas tersebut terendam banjir hingga sebatas perut. Saya kemudian menerima telepon untuk menunggu jemputan di pasar. Saya kemudian batal segera menyeberangi banjir di tengah jalan lintas tersebut dan kembali memutar kepasar.

Lama menunggu, kemudian saya kembali menerima telepon. Semua jalan menuju rumah terendam banjir. Parah. Padahal ada banyak jalan menuju rumah kami. Saudara saya menginformasikan bahwa di jalan lintas simpang kedondong itulah yang mungkin paling rendah. Dasar PHP.

Saya kembali lagi ke simpang kedondong. Melewati genangan air. Cukup deras juga ternyata. Saya menoleh ke kiri jalannya diportal tanda cukup dalam sehingga tidak bisa dilewati. Setidaknya tidak aman dilewati. Banjir mengenangi persimpangan tersebut menyebabkan kemacetan panjang. Banyak motor mogok ditengah banjir. Sendal jebit yang saya gunakan turut jadi korban. Sendal kanan terlepas dibagian depan sehingga terpaksa saya seret, yang sebelah kiri juga putus dan saya biarkan hanyut agar tidak mengganggu saya dalam berjalan.

Tanpa sendal saya jadi nyeker. Berjalan terus lebih jauh daripada rute normal yang biasa saya tempuh. Untung saya ingat ada lorong tidak terlalu jauh dari lokasi banjir yang saya tau melingkari menuju jalan kiai sulaiman yang menjadi tujuan saya. Dengan adanya lorong ini setidaknya jadi lebi dekat. Untung ujung lorong tersebut tidak ikut menjadi lokasi banjir. Lorong tersebut tepat didepan simpang menuju jalan pasar baru yang menyeberangi sungai kecil tadi dan sekarang terendam banjir. Praktis lorong tersebut menjadi jalan alternatif keluar dari jalan kiyai Sulaiman tanpa melewati banjir di simpang kedondong. Saya juga bisa lewat menuju rumah meski tanpa alas kaki. Aspalnya kasar sehingga tapak kaki saya agak sakit.

Di jalan saya kembali menerima telepon yang saya harus bayar. Sekalian saja saya minta dijemput. Sambil menunggu jemputan saya memilih terus berjalan. Tidak ada lagi banjir yang musti dilewati hanya agak perih karena aspal yang tajam seperti kerikil.

Yup, itulah momen saya saat Pangkalan Balai banjir terima kasih sudah mampir dan membaca cerita saya. Sekedar catatan ternyata hujan deras menyebabkan banjir di sejumlah titik. Selain di lingkungan pasar Pangkalan Balai dan Simpang kedondong yang merendam permukiman penduduk, pertokoan. Banjir juga terdapat di sejumlah lokasi lain. Mulai dari Gedung sekolah SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III (sekolah saya dulu) hingga perkantoran (antara lain kantor Koni Banyuasin) setinggi 80 cm hingga 200 cm. Di lokasi jalan lintas simpang kedondong yang saya lewati sendiri lewat dari lutut saya kira-kira juga hampir 80 cm.

Seingatku memang ini banjir terparah yang pernah saya alami wajar saja bila di koran dituliskan "Sejak 15 Tahun Terakhir". Karena memang rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali banjir merendam separah ini. Saat saya Masih Sd rasanya dan sekarang saya sudah berumur 23 tahun. Artinya memang sudah lama sekali. Yah malah jadi urung pamit😄. Semoga musibah ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Aamiin

Posting Komentar untuk "Pangkalan Balai Banjir"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ