Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Catatan Perjalanan Berdagang: Selalu Ada Lubang

Hai guys, senang sekali rasanya bisa kembali lanjut posting. Saya akhirnya baru bisa posting setelah beberapa hari kehabisan kuota. Masih bersama saya Deka dan ini adalah catatan perjalanan saya ketika ikut berdagang bersama ayah ke pasar jauh. Pagi itu tepatnya minggu 8 Januari 2017 saya mengawali hari dengan mandi sekitar pukul 2.00 dinihari. Ada alasan mengapa saya mandi begitu pagi. Hari itu saya akan ikut menemani ayah saya berjualan ke pasar jauh yg berada di luar ibukota kabupaten tempat kami tinggal. Kami pergi dengan menumpang sebuah mobil truk beroda enam dan berwarna kuning. Bersama para penumpang lain kami duduk berdesak-desakan bersama barang dagangan di bak belakang. Bak tersebut hanya beratap terpal. Baru keluar dari simpang menuju jalan lintas timur kami sudah disuguhi jalanan yang berlubang. Kondisi jalan yang tidak mulus membuat mobil truk yang kami tumpangi sering kali miring kekiri dan kekanan menyesuaikan dengan kontur jalan. Sungguh mengerikan bagi orang yang tidak terbiasa seperti saya. Ya, ini adalah pertama kalinya saya ikut membantu ayah berjualan ke pasar jauh dengan menumpang sebuah truk. Sebelumnya dulu saya cukup sering ikut ayah berjualan ke pasar jauh tapi ketika itu kami tidak menumpang mobil truk melainkan membawa mobil sendiri. Sebuah mobil yang akhirnya terjual. (Baca juga: Mobil kami akhirnya terjual).

Takut Terbalik dan mabuk darat
Ayunan-ayunan mobil truk membuat saya takut. Saya takut ketika truk miring seolah truk akan terbalik. Truk berbelok ke kiri dan ke kanan mencari jalan menghindari lubang. Itulah yang membuat truk miring kekiri dan kekanan. Kondisi jalan jelas terlihat belakang berupa kubangan lubang yang cukup dalam. Lubang yang dalam membuat mobil makin miring seakan-akan akan terbalik. Kepala saya mulai pusing dan perut saya juga mulai terasa mual. Sepertinya saya mabuk. Ditambah saya terlalu banyak menghirup bau asap kendaraan. Saya berusaha tidur agar rasa pusing dan mual itu hilang. Saya tidak bisa tidur, saya mengatur posisi menghadapkan kepala ke depan agar tidak terlalu pusing. Saya juga menutup hidung agar tidak tercium bau polusi dari asap kendaraan yang menambah pusingnya kepala saya.

Tiba di pasar.
Kami tiba di pasar tepat saat adzan subuh dikumandangkan. Turun dari truk saya dan ayah saya langsung menuju ke masjid yang posisinya tepat di seberang jalan tempat kami berjualan. Sebelum ke masjid kami terlebih dahulu membentangkan terpal untuk alas tempat kami jualan. Tidak ada pembatas khusus yang memisahkan tempat kami dan pedagang lain. Hanya ada rumput di atas tanah yang di atasnya kami bentangkan terpal. Maklum kami memang berjualan di tepi jalan jadi tidak ada atap maupun pembatas pasti. Di masjid sebelum berwudu kami terlebih dahulu ke wc untuk buang air kecil. Saya mendapat giliran setelah ayah karena memang hanya ada satu wc. Wcnya unik, tidak ada closet apalagi bila kamu berharap ada closet berupa kloset duduk. Closet berupa closet jongkok saja tidak ada. Yang ada hanyalah lubang tempat saluran pembuangan yang menuju ke luar ruangan yang disebut Wc tersebut. Wc tersebut hanya berupa dinding setengah batu dan kayu yang bolong-bolong. Pintu masuknya pun hanya berupa potongan seng. Masjidnya sendiri tergolong cukup besar dan megah menurut saya hanya, kondisinya belum sepenuhnya selesai dibangun sehingga terlihat biasa saja.
Hari itu kami pulang membawa uang yang tidak seberapa. Kondisi pasar di hari itu tergolong sepi kata ayah saya yang juga diaminkan oleh pedagang lain. Meski sepi tapi cukup ramai menurut saya yang terbiasa dengan pasar sepi khas di kota kami. Hujan deras yang mengguyur semalam membuat warga desa sekitar tidak bisa keluar dan berbelanja di pasar. Mereka tidak bisa keluar desa karena jalannya menjadi becek dipenuhi lumpur. Sebagian warga juga mengatakan bahwa mereka belum gajian.

Sebelum Pulang
Selagi barang-barang dagangan kami di muat ke dalam mobil truk saya melakukan beberapa aktivitas. Saya lanjut foto-foto, bikin video dan saya juga iseng menghidupkan wifi. Waw, dan saya terkejut ternyata SD disini sudah punya fasilitas wifi. Sayangnya wifi tersebut terkunci sehingga tidak bisa saya gunakan untuk mengakses internet.
Saya juga menyoroti, melihat-lihat ke sekeliling pasar. Semuanya relatif sama. Tetap tidak ada wc. Perubahan terjadi hanya sebatas bangunan tempat berdagang yang dulu terbuat dari kayu sekarang baru dibangun menggunakan beton dan rangka baja. Sayangnya jalan masuk ke pasar yang dulu dicor beton sekarang dipenuhi lubang kubangan lumpur.

Pulang
Perjalanan pulang kurang lebih sama seperti perjalanan pergi. Kami memulai perjalanan pulang sekitar pukul 13.00-an. Hanya, kali ini sopir sepertinya memacu mobil truk sedikit lebih kencang. Ini membuat guncangan jadi lebih terasa. Jalanan yang ketika kami pergi begitu gelap disiang hari ini jadi terlihat terang. Tidak seperti saat pergi pagi tadi, dimana beberapa kali mobil berhenti karena mobil di depan yang berjalan pelan dalam memilih jalan yang lubangnya tidak terlalu dalam. Entah kapan jalannya menjadi mulus. Yang ada hanya lubang. Selalu ada lubang di sepanjang perjalanan. Setiap tahun selalu ada lubang. Setiap tahun jalan di bangun. Tapi, setiap tahun juga selalu ada lubang dijalanan. Jalanan di kota kami pun sama saja. Selalu ada lubang disepanjang jalan. Terutama di jalan lintas yang menghubungkan antar kota. Selalu ada lubang di jalanan.
Meski selalu ada lubang di jalanan pedagang tetap senang karena dengan begitu pasar jadi ramai dan membawa rejeki yang melimpah. Jika jalanan menjadi mulus warga cenderung memilih berbelanja langsung ke kota. Pasar pun jadi sepi. Satu waktu ini pernah terjadi jalannya agak bagus dan benar saja pasar jadi sepi. Itulah penyebab dulu ayah sempat berhenti berjualan ke pasar tersebut.
Yup inilah catatan perjalanan saya ikut ayah berjualan ke pasar jauh. Oh ya saya belum kasih tahu kalian. Pasar jauh tempat saya dan ayah berdagang adalah pasar Desa Sumber Teluk betung Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin. Terima kasih buat kamu yang mau membaca tulisan ini sampai selesai.
berikut saya tampilkan beberapa momen yang saya abadikan lewat kamera smartphone saya:

Pas masih gelap bro
Masjid Desa ini terbilang cukup mewah. maklum desa ini terbilang kaya...

 Wc di masjidnya sementara saat itu hanya berupa tempat seperti ini:


 Mengejudkan karena di SD ada WiFi yang aktif

Posting Komentar untuk "Catatan Perjalanan Berdagang: Selalu Ada Lubang"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ