Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Makalah: Masyarakat Madani

MASYARAKAT MADANI

Disusun oleh: Kelompok
Anggota:
1.      Asep Yanuar Putra (07121001082)
2.      Deka Firhansyah (07121001092)
3.      Daniel Haris Pasaribu (07121001084)
4.      Darmita Purba (07121001090)
5.      Firman Nulkarim (07121001086)
6.      Henny Pranita (07121001098)
7.      Nensi Sinaga (071210010110)
8.      Mgs. Ahmad Wahyudi (07121001088)
9.      Rony Lesmana (07121001096)
10.  Tia Yunita (07121001094)

JURUSAN: ILMU ADMINISTRASI  NEGARA
MATA KULIAH : SSBI
DOSEN PEMBIMBING : Drs. H. Tri Agus Susanto, MS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIV
ERSITAS SRIWIJAYA



BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Masyarakat Madani
Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).
2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Pendapat lain menyatakan bahwa Masyarakat madani adalah masyarakat yang berpegang teguh pada azas demokrasi, menghargai hak asasi meanusia,taat hukum dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu mengacu pada demokrasi , HAM, hukum dan keadilan.
Mohammad Hikam berpendapat bahwa apapun istilah yang akan di pilih sebagai padanan dari istilah civil society pada hakekatnya elemen penting yang tidak dapat di tinggalkan, yakni elemen “Demokrasi” tanpa Demokrasi sulid untuk menciptakan masyarakat madani. Di sini Hikam melihat “rumah” masyarakat madani adalah Demokrasi. Apabila ingin menciptakan masyarakat madani, maka yang pertama harus di bangun adalah demokrasi. Tidak ada masyarakat madani tanpa demokrasi. Dan untuk membangun masyarakat madani perlu waktu dan kemauan dari semua pihak untuk mengupayakanya, sebab demokrasi tidak bisa hadir dengan tiba-tiba.
Di bawah ini adalah beberapa definisi masyarakat madani :
1.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
2.      Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaaruh negara dan model yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat.
3.      Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban dengan ciri antara lain : egaliteran(kesederajatan), menghargai prestasi, keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
4.      Menurut Ernest Gellner, Civil Society (CS) atau Masyarakat Madani (MM)merujuk pada mayarakat yang terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi Negara.
5.      Menurut Cohen dan Arato, CS atau MM adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara  yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good).
6.      Menurut Muhammad AS Hikam, CS atau MM adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing),dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
7.      Menurut M. Ryaas Rasyid, CS atau MM adalah suatu gagasan masyarakat yang mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negara.
2.1.2 Civil Society Dalam Pemikir Barat Dan Islam
Para pemikir Islam Demokrat selalu berdebat akan masalah ini dengan para pemikir barat.  Pemikrkir Islam menjelaskan bahwa ajaran Islam konpentabel dengan demokrasi yang pada akhirnya akan mewujudkan masyarakat madani, sebagai bukti jelas terdokumentasikan dengan baik 15 abad silam (Mintarti, 2003). Kala itu, masyarakat Madinah dididik membangun dan menjunjung masyarakat ideal yang kerap disebut masyarakat madani atau civil society; masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban. Masyarakat yang memiliki tatanan sosial yang baik, berazas pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial. Implementasinya antara lain dengan terbentuknya good governance yang tunduk pada sistem dan perundang-undangan yang akuntabel dan transparan.
Dalam Islam dikenal doktrin fitrah yang sejalan dengan makna trust. Setiap bayi yang terlahir adalah laksana kertas putih bersih. Islam tidak mengenal dosa turunan. Manusia pada dasarnya adalah baik. Maka, dalam konteks relasi sosial, Islam menganjuran untuk berprasangka baik dan melarang ghibah dan fitnah. Ajaran filosofis tersebut dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, khususnya dalam berdagang sehingga beliau dikenal dengan sebutan al-Amin (orang yang terpercaya).
Belakangan ini, banyak kalangan akademis yang terpengaruh bahkan terprovokasi oleh tesis yang menyatakan bahwa Islam tidak kompatibel dengan demokrasi dan civil society yang merupakan indikator penting modal sosial. Sebagai contoh, Huntington, Kedourie dan Lewis berargumen bahwa :
Islam memiliki korelasi negatif dengan demokrasi dan civil society, alasannya (lihat Mujani, 2007):
1.      Islam adalah pandangan hidup yang menyeluruh yang tidak membedakan antara agama dan politik dan pandangan ini dianut sebagian besar umat Islam.
2.      Masyarakat Muslim cenderung antipati terhadap ide-ide pembebasan (liberalisme) dari Barat, karena cenderung mencurigai apa pun yang berasal dari Barat.
3.      Doktrin ummah secara diametral bertentangan dengan konsep nation-state, salah satu prasyarat utama tumbuhnya demokrasi. Juan Linz dan Alfred Stepan menegaskan bahwa demokrasi tidak dapat diwujudkan tanpa negara-bangsa. Menurut Huntington, Kedourie dan Lewis, dengan adanya konsep ummah, masyarakat Muslim menjadi asing terhadap konsep negara-bangsa.
4.      Dunia Islam dipandang tidak akomodatif terhadap gagasan civil society yang juga merupakan pilar demokrasi. Di kalangan Islam, mungkin saja ada perkumpulan kewargaan. Tetapi, karena tidak bersifat sekuler, tidak semua kelompok sosial berdiri secara independen dari otoritas agama.
Huntington bahkan menunjukkan bahwa ketika gelombang demokratisasi yang ia sebut sebagai The Third Wave, meningkat di hampir semua belahan bumi pasca Perang Dingin, dunia Islam seakan tidak terpengaruh oleh kecenderungan global ini. Hampir semua negara bekas Uni Soviet memilih demokrasi sebagai pengganti sistem otoriter imperium ini. Namun, enam negara Muslim, yakni Azerbaijan, Kyrgistan, Kajakhstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, tidak melakukannya.
2.1.2 Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:
1)      Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2)      Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
2.1.3 Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.      Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.      Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5.      Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6.      Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7.      Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8.      Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9.      Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.  Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11.  Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12.  Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.  Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14.  Berakhlak mulia.
Dari beberapa karakteristik tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara.
Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:
1.      Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2.      Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3.      Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4.      Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5.      Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.      Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7.      Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Al-quran.
Meski Al-quran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pasca hijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.
2.2 Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat madani telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen penting dalam sejarah perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
Pertama, pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Kedua, pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
1.        Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
2.        Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3.        Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
















BAB III
KESIMPULAN
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi, masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya.
Masyarakat madani di indonesia telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen penting dalam sejarah perkembangan masyarakat madani di Indonesia.
Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan dan penyadaran politik.

DAFTAR PUSTAKA
Nurhasan, Abdul Gafur, dkk. 2011. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam. Universitas Sriwijaya: Palembang.
Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakart
Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta.

Sumber internet

Deka Firhansyah, S.I.P.
Deka Firhansyah, S.I.P. Saya saudara kembar dari Deki Firmansyah, S.E. Seorang pelajar yang masih ingin terus belajar. Biasa di panggil Dek, meski saya lebih suka dipanggil DK atau cukup K. Kami Blogger asal Kota Pangkalan Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan kelahiran Selasa, 29 Maret 1994. Senang berbagi informasi sejak kenal internet dan Facebook kemudian mengantarkan saya mengenal blog. Rutin menulis apa saja yang ingin saya tulis termasuk curhat di blog sejak tahun 2016. Selengkapnya kunjungi halaman about.

Posting Komentar untuk "Makalah: Masyarakat Madani"

بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ