Jenis riset berdasarkan pendekatan dan subjek
Hai semuanya, hari ini saya juga akan membagikan tugas kuliah saya nih. Tugas yang akan saya bagikan kali ini adalah tugas mata kuliah metode penelitian yaitu tentang jenis riset berdasarkan pendekatan dan subjek. Saya kembali mengingatkan buat kamu yang mengambil mata kuliah metode penelitian agar tidak menjadikan tuliasan saya ini sebagai patokan tunggal melainkan juga mencari berdasarkan sumber lainnya.
Jenis riset
berdasarkan pendekatan dan subjek
Jenis riset
berdasarkan pendekatan
Berdasarkan
pendekatannya jenis riset terbagi atas:
a.
Longitudinal;
b.
Cross-sectional;
c.
Kuantitatif;
d.
Survei;
e.
Assessment;
f.
Evaluasi;
g.
Action Research;
a.
longitudinal
Riset longitudinal (bahasa Inggris:longitudinal research)
adalah salah satu jenis penelitian sosial yang membandingkan perubahan subjek
penelitian setelah periode waktu tertentu. Penelitian
jenis ini sengaja digunakan untuk penelitian jangka panjang, karena memakan
waktu yang lama. Karakteristik dan cakupan utama dari penelitian longtudinal
meliputi (Ruspini,2000; Taylor et.al., 2000):
a)
Data dikumpulkan untuk setiap variabel pada dua atau
lebih periode waktu tertentu.
b)
Subjek atau kasus yang dianalisis sama, atau
setidaknya dapat diperbandingkan antara satu periode dengan periode berikutnya.
c)
Analisis melibatkan perbandingan data yang sama dalam
satu periode dengan antar metode yang berbeda.
Termasuk dalam
rancangan penelitian longitudinal adalah cross-sectional berulang (repeated
cross-sectional) atau time-series, rancangan prospektif, dan
rancangan retrospektif (Ruspini, 2000 dan Neuman, 2002). Tiga cara penelitian
longitudinal ini dapat dipahami berikut ini:
1) Cross-Sectional Berulang (repeated
crosssectional) atau Time-Series
Dalam penelitian sosial,
observasi cross-sectional sering digunakan untuk menilai faktor pengaruh
(determinan) perilaku, namun tidak memadai untuk analisis diakronis tentang
perubahan sosial. Untuk mengatasi kendala tersebut maka dapat dilakukan
pendataan cross-sectional pada beberapa periode waktu, dengan sampel
berbeda di setiap pengambilan datanya, namun jumlah populasinya dijaga tetap.
Jika data cross-sectional diulang dengan konsistensi yang tinggi pada
setiap pertanyaannya, maka dimungkinkan bagi peneliti untuk melihat suatu trend
perubahan. Peneliti dapat mengamati stabilitas atau perubahan dari bentuk
unit tertentu, atau melacak situasi dan kondisinya dari masa ke masa.
2) Rancangan
prospektif
Data temporal yang paling
sering dijumpai dalam hasil penelitian sosial adalah data panel, yang diambil
dari sejumlah individu yang sama, yang diwawancarai secara berulangkali dari
waktu ke waktu selama periode tertentu. Rancangan prospektif ini lebih unggul
daripada tipe longitudinal lain, namun lebih sulit dilakukan. Dalam studi panel
peneliti mengamati individu-kelompok-atau organisasi yang sama persis, selama
rentang periode waktu tertentu. Rancangan ini menuntut peneliti untuk mengikuti
perjalanan orang yang sama (sama persis responden dan kriterianya) dalam beberapa
waktu. Terkadang orang yang diamati telah meninggal atau tidak dapat dijumpai lagi
karena sudah berpindah lokasi. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat, bahkan
penelitian panel secara singkat sekalipun dapat memberikan gambaran jelas
tentang dampak suatu peristiwa tertentu terhadap individu-kelompok-organisasi
yang sama. Rancangan panel memiliki variasi sebagai berikut (Buck et.al. 1994:
21-22):
a. Panel
Representatif
Sampel ditetapkan secara random
untuk individu yang sama, pada interval yang tetap (misal tiap 2-3 bulan atau
tiap tahun). Pengamatan dilakukan pada kebiasaan waktu tertentu. Tujuan utama
panel representatif adalah untuk mendeteksi dan memastikan perubahan yang
dialami individual.
b. Panel Cohort (atau
biasa disebut rancangan cohort)
Cohort didefinisikan
sebagai sekelompok orang dalam populasi dan geografis tertentu, yang
didelineasi mengalami peristiwa hidup yang sama dalam periode waktu tertentu. Tujuan
panel cohort adalah untuk meneliti perubahan dalam jangka panjang dan
proses perkembangan individual. Sampel biasanya diinterview ulang setiap lima
tahunan. Studi cohort dapat menjadi serial studi panel bila sampel
diambil dengan kriteria yang tetap sama (misal usia yang sama bukan kelompok orang
atau unit yang sama) dan pengamatan ditujukan pada sekumpulan orang yang memiliki
kategori pengalaman hidup yang sama dalam periode waktu tertentu.
Fokus analisis cohort adalah
pada cohort atau kategori tertentu, bukan pada individu spesifiknya.
Biasanya cohort yang digunakan adalah semua orang yang lahir pada tahun yang
sama (disebut birth cohort), semua orang yang dipekerjakan pada waktu
yang sama, semua orang yang pensiun pada rentang satu atau dua tahun, atau
orang yang lulus pada tahun yang sama. Tidak seperti studi panel murni, sampel
penelitian ini tidak perlu orang yang persis sama tetapi kelompok yang
mengalami peristiwa hidup sehari-hari yang sama.
c. Panel Terhubung
(linked panel)
Dalam rancangan ini data
yang semula terkumpul (misal data sensus) bukan untuk maksud studi panel,
dicoba dihubunghubungkan dengan menggunakan pengidentifikasi personal yang
khusus.
3) Rancangan
retrospektif (rancangan observasi berorientasi pada peristiwa)
Dalam rancangan retrospektif, data tentang periode
waktu di masa lampau dihimpun pada masa kini dengan menggunakan cara studi
sejarah hidup (life- histories event) dan menandainya dengan
peristiwa-peristiwa yang dianggap signifikan. Rancangan retrospektif seringkali
disebut rancangan quasi-longitudinal, karena memiliki banyak kelemahan,
pendekatannya kualitatif dan sangat mengandalkan pada rekonstruksi peristiwa
masa lampau.
Terdapat tiga
macam penelitian longitudinal, yaitu:
- Studi panel (Panel-study) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang berlainan, namun tetap menggunakan sampel yang sama.
- Waktu berjalan (time series) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang berlainan dan belum tentu menggunakan sampel yang sama dalam sebuah populasi yang sama.
- Cohort-study merupakan penelitian yang dilakukan pada sekelompok orang yang memiliki kebudayaan, latar belakang, atau pengalaman yang sama.
b.
Cross-Sectional
Dalam penelitian crosssectional, peneliti hanya mengobservasi
fenomena pada satu titik waktu tertentu. Pada penelitian yang bersifat
eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu
menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang
diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat
perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun
penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan
dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam
periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya.
Kelemahan rancangan cross-sectional lainnya adalah ketidakmampuannya
untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam objek/variabel yang diteliti serta
hubungan korelasionalnya. Rancangan crosssectional mampu menjelaskan
hubungan antara dua variabel, namun tidak mampu menunjukkan arah hubungan
kausal di antara kedua variabel tersebut (Shklovski, et.al., 2004).
Kalau ditanyakan tentang
dimana titik potongnya? Bayangkanlah penelitian itu seperti lontong, dimanapun
kamu memotong lontong itu, di tengah, dari ujungnya, di sisi manapun itu,
lontong itu tetap memiliki isi yang sama, besar yang sama, dan rasa yang sama.
Sebagai contoh, dalam
salah satu bedah jurnal penelitian di IKGM hari kamis lalu, tentang
salah satupenelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12
tahun di Brazil yang tinggal di daerahyang belum memperoleh fluoridasi air
minum. Sebenarnya penelitian itu adalah penelitian lanjutan, danpenelitian
dilakukan sebelum program fluoridasi air minum buatan dilaksanakan, mereka
berusahamenyelidiki apa penyebab kecenderungan fluorosis tersebut, suspect
utamanya adalah penggunaanpasta gigi berfluorida. Para peneliti
melakukan pemeriksaan klinis rongga mulut dan aplikasi kuesioner.seperti itulah
garis besarnya
Dalam penelitian
cross-sectional tersebut, titik potongnya terletak pada “anak-anak usia 10-12 tahun penderita fluorosis
di daerah yang air minumnya belum terfluoridasi”.
Jadi, dalam penelitian
cross-sectional, karakteristik sampel yang sama saat penelitian dilakukan adalahtitik
potongnya
c.
Kuantitatif;
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena
serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan
dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang
berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral
dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang
fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan
kuantitatif.
Penelitian kuantitatif banyak
dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, dari fisika dan
biologi hingga sosiologi dan jurnalisme. Pendekatan ini juga digunakan sebagai
cara untuk meneliti berbagai aspek dari pendidikan. Istilah penelitian
kuantitatif sering dipergunakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk membedakannya
dengan penelitian kualitatif.
Penelitian kuantitatif adalah
definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui
perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta
menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan
persentase tanggapan mereka. Sebagai contoh: 240 orang, 79% dari populasi
sampel, mengatakan bahwa mereka lebih percaya pada diri mereka pribadi masa
depan mereka dari setahun yang lalu hingga hari ini. Menurut ketentuan ukuran
sampel statistik yang berlaku, maka 79% dari penemuan dapat diproyeksikan ke
seluruh populasi dari sampel yang telah dipilih. pengambilan data ini adalah disebut
sebagai survei kuantitatif atau penelitian kuantitatif.
Ukuran sampel untuk survei oleh
statistik dihitung dengan menggunakan rumusan untuk menentukan seberapa besar
ukuran sampel yang diperlukan dari suatu populasi untuk mencapai hasil dengan
tingkat akurasi yang dapat diterima. pada umumnya, para peneliti mencari ukuran
sampel yang akan menghasilkan temuan dengan minimal 95% tingkat keyakinan (yang
berarti bahwa jika Anda survei diulang 100 kali, 95 kali dari seratus, Anda
akan mendapatkan respon yang sama) dan plus / minus 5 persentase poin margin
dari kesalahan. Banyak survei sampel dirancang untuk menghasilkan margin yang
lebih kecil dari kesalahan.
Beberapa survei dengan melalui
pertanyaan tertulis dan tes, kriteria yang sesuai untuk memilih metode dan
teknologi untuk mengumpulkan informasi dari berbagai macam responden survei,
survei dan administrasi statistik analisis dan pelaporan semua layanan yang
diberikan oleh pengantar komunikasi. Namun, oleh karena sifat teknisnya metode
pilihan pada survei atau penelitian oleh karena sifat teknis, maka topik yang
lain tidak tercakup dalam cakupan ini.
d.
Survei
Penelitian survei merupakan suatu teknik
pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara menyusun daftar
pertanyaan yang diajukan pada responden.[1] Dalam penelitian survei,
peneliti meneliti karakteristik atau hubungan sebab akibat antar variabel tanpa
adanya intervensi peneliti.
Langkah
Terdapat enam langkah dasar dalam melakukan sebuah penelitian survei,
yakni:[2]
- Langkah pertama, yaitu dengan membentuk hipotesis awal, menentukan jenis survei yang akan dilakukan akankah melalui surel (e-mail), wawancara (interview), atau telepon, membuat pertanyaan-pertanyaan, menentukan kategori dari responden, dan menentukan setting penelitian.
- Langkah kedua, yaitu merencanakan cara untuk merekam data dan melakukan pengujian awal terhadap instrumen survei.
- Langkah ketiga, yaitu menentukan target populasi responden yang akan di survei, membuat kerangka sampel survei, menentukan besarnya sampel, dan memilih sampel.
- Langkah keempat, yaitu menentukan lokasi responden, melakukan wawancara (interview), dan mengumpulkan data.
- Langkah kelima, yaitu memasukkan data ke komputer, mengecek ulang data yang telah dimasukkan, dan membuat analisis statistik data.
- Langkah keenam, yaitu menjelaskan metode yang digunakan dan menjabarkan hasil penemuan untuk mendapatkan kritik, serta melakukan evaluasi.
Jenis
Terdapat 3 jenis penelitian survei dengan berbagai kelebihan dan
kelemahannya masing-masing.
- Melalui surat (mail-questionare) merupakan cara untuk menguji tanggapan responden melalui pengiriman kuesioner via pos. Kelebihan dari mail-questionare adalah hemat biaya, hemat waktu, responden bisa memilih waktu yang tepat baginya untuk mengisi kuesioner, ada jaminan kerahasiaan (anonymity) yang lebih besar, keseragaman kata (tidak dibacakan lagi), tidak ada bias pewawancara, serta banyak responden yang dapat dicapai (dibandigkan dengan pengiriman pewawancara ke banyak tempat). Sedangakan, kekurangannya adalah tidak fleksibel, terdapat kecenderungan rendahnya tanggapan (response rate), hanya perilaku verbal yang tercatat, idak ada kendali atas lingkungan (ribut, diganggu), tidak ada kendali atas urutan pertanyaan, bisa menyebabkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab, tidak bisa merekam jawaban secara spontan, kesulitan untuk membedakan antara tidak menjawab (non-response) dengan salah alamat, tidak ada kendali atas waktu pengembalian, tidak dapat menggunakan format yang kompleks, dan bisa mendapatkan sample yang bias.
- Metode wawancara tatap muka (face-to-face interview) merupakan cara untuk menguji tanggapan responden dengan bertemu muka atau berhadapan langsung. Kelebihan dari penelitian face-to-face interview adalah fleksibilitas, tingkat respon (response rate) yang baik, memungkinkan pencatatan perilaku non verbal, kendali atas lingkungan waktu menjawab, kemampuan untuk mengikuti urutan pertanyaan dan pencatatan jawaban seecara spontan, responden tidak bisa curang dan harus menjawab sendiri, terjaminnya kelengkapan jawaban dan pertanyaan yang dijawab, adanya kendali atas waktu menjawab pertanyaan, serta dapat digunakan untuk kuesioner yang kompleks. Sedangkan, kelemhannnya adalah biayanya yang mahal, waktu yang dibutuhkan untuk bertanya dan untuk berkunjung ke lokasi, bias pewawancara, tidak ada kesempatan bagi responden untuk mengecek fakta, mengganggu responden, kurang menjamin kerahasiaan, kurangnya keseragaman pertanyaan, serta kurang bisa diandalkan untuk mencapai banyak responden.
- Wawancara telepon (telephone interview) merupakan cara menguji tanggapan respondenvia telepon. Kelebihan dari telephone interview adalah tingkat respon (Respon rate) lebih tinggi dari mail atau self administered. memnungkinkan untuk menjangkau geografis yang luas/ jauh, waktu lebih singkat, dapat mengontrol tahapan pengisian kuesioner, dapat melakukan pertanyaan lanjutan probing, dan memungkinkan untuk format pertanyaan yang lebih kompleks.[2] Sedangkan, kekurangannya adalah biaya tinggi, panjang wawancara terbatas, terbatas untuk responden yang memiliki telepon, mengurangi anonimitas, memungkinkan bias pewawancara, sulit untuk pertanyaan terbuka, membutuhkan bantuan visual, serta hanya dapat mencatat hal-hal tertentu dari latar belakang suara atau intonasi suara.
Hal-hal yang perlu dihindari
Dalam membuat pertanyaan untuk penelitian survei, seorang peneliti perlu
memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Hindari penggunaan jargon (contoh : sosialisasi, demokrasi), kata-kata slank (contoh : gaptek, cupu, geje) , dan penggunaan singkatan.
- Hindari ambiguitas atau pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan dan pertanyaan yang kabur.
- Hindari bahasa yang emosional dan bias prestise (gelar) à gunakan bahasa yang netral.
- Hindari pertanyaan yang di dalam satu kalimat terdapat 2 pertanyaan sekaligus (double barraled).
- Hindari pertanyaan yang mengarahkan jawaban responden (leading question).
- Hindari pertanyaan yang di luar kemampuan responden untuk menjawabnya.
- Hindari pertanyaan yang dimulai dengan premis yang salah.
- Hindari pertanyaan mengenai masa depan.
- Hindari pertanyaan yang menggunakan dua pernyataan negatif (double negative).
- Hindari pertanyaan dengan kategori jawaban yang tumpang tindih.
e.
Assessment
Penelitian Assessment: hal
paling menonjol dalam penelitian ini adalah keterlibatan peneliti mulai dari
awal pelaksanaan proyek sampai proyek selesai dilaksanakan. Karena sifat
penelitian ini yang mengutamakan “menilai” semua aspek proyek itu, maka
assessment menggunakan frame of reference, yaitu pedoman
pelaksanaan proyek, maka kadang assessment juga dapat digunakan
sebagai penelitian kuantitatif.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya untuk
mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara
membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan bagaimana cara
pencapaiannya (Mulyono 2009). Sedangkan menurut Rika Dwi K. (2009)
Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai
dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini
kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh
pada kegagalan dan keberhasilan.
Viviane dan Gilbert de Lansheere
(dalam Inggit Kurniawan, 2009) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses
penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Sedangkan menurut Zulharman (2007) Evaluasi adalah penerapan
prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektifitas suatu program.
Evaluasi program adalah proses
untuk mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan menggunakan kriteria
tertentu dengan tujuan untuk membantu merumuskan keputusan, kebijakan yang
lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan evaluator dalam
mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai, apakah sesuai
dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009). Menurut Suharsimi Arikunto (2007:
222) penelitian evaluasi dapat diartikan suatu proses yang dilakukan dalam
rangka menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai
positif dan keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses serta
teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan beberapa uraian
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi merupakan
suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil
program atau proyek (efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang
direncanakan atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji
pelaksaaan program yang dilakukan secara objektif. Kemudian merumuskan
dan menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan
nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program.
Fungsi dan Tujuan Penelitian Evaluasi
Michael Scriven (dalam Arikunto, 2007: 222-223) mengemukakan bahwa secara
garis besar fungsi penelitian evaluasi dapat dibedakan menjadi dua yakni:
Evaluasi formatif difungsikan sebagai pengumpulan data pada waktu
pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk
“membentuk” (to form) dan memodifikasi program kegiatan. Jika
pada pertengahan kegiatan sudah diketahui hal-hal apa yang negatif dan para
pengambil keputusan sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang
berlangsung maka terjadinya pemborosan yang mungkin akan terjadi, dapat
dicegah.
Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah betul-betul
selesai dilaksanakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh
mana sesuatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan
dengan pelaksanaan program-program yang lain. Penilaian sumatif bermanfaat
datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi program yang dievaluasi
berkenaan dengan hasil, program atau prosedur.
Sedangkan menurut Tayipnapis (1989: 3): Evaluasi dapat mempunyai dua
kegunaan, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi
digunakan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan
(program, orang, produk, dsb). Fungsi sumatif, evaluasi digunakan untuk pertanggungjawaban,
keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu
pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari
pihak yang terlibat.
Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak
tujuan program yang akan dievaluasi (Dwiyogo, 2006: 50). Ada dua tujuan
evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan
pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada
tiap-tiap komponen dari program.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu 1) Fungsi formatif, untuk pengumpulan data
pada kegiatan yang sedang berjalan dan digunakan untuk perbaikan, pengembangan,
dan modifikasi program. 2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program
selesasi dilaksanakan. Digunakan untuk pertanggungjawaban program dan penentuan
sejauh mana kemanfaatan program. Penelitian evaluasi bertujuan untuk
mengevaluasi komponen-komponen program dan program secara menyeluruh.
Prosedur Penelitian Evaluasi
Penelitian evaluasi adalah salah satu bentuk dari berjenis-jenis penelitian
yang dapat dilaksanakan oleh peneliti. Seperti hal penelitian-penelitian
lainnya, penelitian evaluasi juga memiliki prosedur untuk melekukannya. Akan
tetapi menurut Suharsimi Arikunto ( 2007: 298) satu hal yang paling mencolok
dalam perbedaan penelitian evaluasi dengan penelitian-penelitian lainnya yaitu
untuk mengambil keputusan maka pengambilan kesimpulan penelitian didasarkan
atas tolok ukur dan kriteria tertentu. Biasanya yang dijadikan sebagai tolok
ukur adalah sasran yang hendak dicapai melalui program yang dilaksanakan. Tolok
ukur untuk komponen-komponen program adalah kualitas maksimal yang dikehendaki
bagi setiap komponen.
Sedangkan prosedur penelitian evaluasi menurut Suharsimi Arikunto (2007:
299-230) adalah sebagai berikut:
- Peneliti mengadakan pengkajian terhadap buku-buku, lapangan dan menggali informasi dari para pakar untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang akan diteliti.
- Peneliti merumuskan problematika penelitian dalm bentuk pertanyaan penelitian setelah terlebih dahulu mengkaji lagi sumber-sumber yang relevan untuk memperoleh ketajamn problematika.
- Peneliti menyusun proposal penelitian dengan mencantumkan latar belakang masalah, alasan mengadakan penelitian, problematika, tujuan, hipotesis ( disertai dengan dukungan teori dan penemuan-penemuan penelitian), metodologi penelitian yang memuat subjek penelitian (populasi dan sampel dengan rincian besarnya sampel, teknik sampling dan siapa sampel penelitiannya), instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
- Peneliti mengatur perencanaan penelitian, menyusun instrumen, menyiapkan kancah penelitian dan melaksanakn uji coba instrumen.
- Pelaksanan penelitian dalam bentuk yang disesuaikan dengan model penelitian yang telah dipilih. Dalam penelitian evaluasi peneliti mungkin mengambil model eksperimen murni (jika persyaratan-persyaratan terpenuhi) atau model eksperimen pura-pura. Dalam hal ini penelitian berfikir bahwa dalam mengevaluasi program dipikirkan mesti ada sesuatu yang dilaksanakan. Peneliti mengukur tingkat keberhasilan perlakuan yang dilaksanakan dalam progran yang dievaluasi. Dalam hal ini peneliti telah mengkaji rencana pengelola program melalui sasaran yang dikehendaki sesudah perlakuan diberikan. Dengan kata lain pelaksana penelitian evaluasi sudah menyiapkan tolok ukur.
- Peneliti mengumpulkan data dengan instrumen yang telah disusun berdasrkan rincian komponen-komponen yang akan dievaluasi.
- Menganalisis data yang terkumpul dengan mengeterapkan tolok ukur yang telah dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pengelola program.
- Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan atas gambaran sejauh mana data sesuai dengan tolok ukur.
- Informasi mengenai hasil penelitian evaluasi disampaikan kepada pengelola program atau pihak yang minta bantuan kepada peneliti evaluasi. Evaluasi tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi tindak lanjut program yang dievaluasi. Wujud tindak lanjut ada tiga alternatif yatu:
- Program disebarluaskan karena dipandang baik
- Program direvisi karena ada hal-hal yang belum sesuai dengan tolol ukur yang dikehendaki
- Program dihentikan karena ada bukti bahwa kurang atau tidak baik.
Model-model Evaluasi
Terdapat beberapa beberapa model evaluasi sebagai strategi atau pedoman
kerja pelaksanaan evaluasi program, yaitu:
1. Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil
keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan suatu program
(Fuddin, 2007). Mbulu (1995: 62) model CIPP merupakan singkatan (akronim) dari contect
evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product
evaluation yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan
kawan-kawannya pada tahun 1968 di Ohio State University dan berorientasi pada
pengambilan keputusan.
Context evaluation to serve planning decision. Konteks evaluasi
ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai
oleh program dan merumuskan tujuan program (Tayibnapis, 1989: 10-11). Evaluasi
konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi,
memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran program
dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang
sudah diidentifikasi (Edison, 2009). Mbulu (1994/1995: 62-63) evaluasi konteks
meliputi:
a) analisis masalah/kebutuhan yang berhubungan dengan lingkungan. Suatu
kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi yang ada sekarang
dengan kondisi yang diharapkan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut telah
diidentifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah: b) menggambarkan secara
jelas dan terperinci tujuan program yang akan memperkecil kesenjangan antara
kondisi yang ada sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Dengan singkat dapat
dikemukakan bahwa evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan, tujuan pemenuhan kebutuhan serta karakteristik individu
yang melaksanakan evaluasi.
Input
evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang
diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur
kerja untuk mencapainya (Tayibnapis, 1989: 11). Evaluasi ini digunakan dalam
pelaksanaan program, diadakan penjadwalan dan prosedur pelaksanaannya (Mbulu,
1994/1995: 63). Edison (2009) evaluasi masukan dilaksanakan dengan tujuan dapat
menilai relevansi rancangan program, strategi yang dipilih, prosedur, sumber
baik yang berupa manusia (guru, siswa) atau mata pelajaran serta sarana
prasarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Singkatnya masukan (input) merupakan model yang digunakan untuk menentukan
bagaimana cara agar penggunaan sumberdaya yang ada bisa mencapai tujuan serta
secara esensial memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari
pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain
untuk mengimplementasikan program.
Process evaluation, to serve implementing decision. Evaluasi proses
untuk membantu mengimplementasi keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah
diterapkan? Apa yang yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab,
prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki (Tayibnapis, 1989; 11).
Mbulu (1994/1995: 63) evaluasi proses dipergunakan untuk membantu memberikan
dan menyediakan informasi balikan dalam rangka mengimplementasi keputusan,
sampai sejauh mana rencana-rencana atau tindakan-tindakan yang hendak dilakukan
untuk mengetahui pelaksanaan program sudah sesuai dengan prosedur dan
penjadwalan yang ditetapkan. Evaluasi Proses dilaksanakan dengan harapan dapat
memperoleh informasi mengenai bagaimana program telah diimplementasikan sehari-
hari didalam maupun diluar kelas, pengalaman belajar apa saja yang telah
diperoleh siswa, serta bagaimana kesiapan guru dan siswa dalam implementasi
program tersebut dan untuk memperbaiki kualitas program dari program yang
berjalan serta memberikan informasi sebagai alat untuk menilai apakah sebuah
proyek relatif sukses/gagal (Edison, 2009).
Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi
produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa
yang dilakukan setelah program berjalan? (Tayibnapis, 1989:
11). Edison (2009) evaluasi produk mengakomodasi informasi untuk
meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan
jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna
mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk
yang seperti sekarang. Evaluasi produk meliputi penentuan dan penilaian dampak
umum dan khusus suatu program, mengukur dampak yang terantisipasi,
mengidentifikasi dampak yang tak terantisipasi, memperkirakan kebaikan program
serta mengukur efektifitas program. Mbulu (1994/1995: 64) jenis evaluasi produk
digunakan untuk: a. menolong keputusan selanjutnya, seberapa besar hasil yang
telah dicapai da apa yang akan dilakukan setelah program dilaksanakan. b.
mengukur keberhasilan pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Model
evaluasi untuk mengambil keputusan dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengembangkan suatu program dengan menggunakan evaluasi konteks, evaluasi
masukan, evaluasi proses, dan evaluasi produk.
2. Model Evaluasi UCLA
Tayibnapis (1989: 11) Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi
yang hampir sama dengan model CIPP. Alkin mendefinisikan evaluasi sebagai suatu
proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan
menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna
bagi pembuat keputusan dan memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan lima
macam evaluasi yaitu: .
System assessment, yang memberikan
informasi tentang keadaan atau posisi sistem (Tayibnapis. 1989: 11). Mbulu
(1994/1995: 83) system assessment,berfungsi memberikan informasi
mengenai keadaan atau profil program. Program plannin, membantu
pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan
program (Tayibnapis. 1989: 11). Program implementation, yang
menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok
tertentu yang tepat seperti yang direncanakan? (Tayibnapis. 1989: 11). Program
improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program
berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian
tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga (Tayibnapis.
1989: 11). Mbulu (1994/1995: 83) program improvement, berfungsi
memberikan informasi tentang bagaimana program tersebut bermanfaat dan
bagaimana program dapat dilaksanakan. Program
certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program(Tayibnapis.
1989: 11).
3. Model evaluasi Brinkerhoff
Model ini dikembangkan oleh Brinkerhoff dan kawan-kawan, dengan
mengemukakan tiga jenis desain yaitu (dalam Dwiyogo, 2006: 54):
1) Fixed vs Emergant evaluation design. Desain fixed ditentukan
dan direncanakan secara sistematis dan desainnya dikembangkan dengan mengacu
pada tujuan program. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana si pemakai akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Strategi
pengumpulan informasi dalam desain ini menggunakan tes, angket, lembar
wawancara. Berbeda dengan desain fixed, desain emergent dibuat
dengan maksud menangkap fenomena yang sedang berlangsung yang berpengaruh
terhadap program seperti masukan-masukan baru. Pada prinsipnya desain ini terus
berkembang sesuai dengan kondisi dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.
2) Formatif vs Summative evaluation.Evaluasi formatif digunakan
untuk memperoleh data bagi keperluan revisi program, sedangkan evaluasi sumatif
dibuat untuk menilai kegunaan suatu program. Pada evaluasi sumatif fokus
evaluasi ditujukan pada variabel-variabel yang dipandang penting dan berkaitan
dengan kebutuhan pengambilan keputusan. 3) Desain eksperimental dan Quasi
eksperimental vs Natural inquiry. Desain eksperimental, quasi
eksperimental dan natural inquiry desain merupakan hasil
adopsi dari disiplin penelitian. Desain eksperimental dan quasi eksperimental
digunakan untuk menilai suatu program yang baru diujicobakan. Sedangkan natural
inquiry dilakukan dengan cara evaluator terlibat langsung dengan
sumber-sumber informasi serta program yang dilaksanakannya.
4. Model Evaluasi Stake
Model ini dikembangkan oleh Stake (1967), analisis proses evaluasi yang
dikemukakannya membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakkan
dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan
yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan adanya dua dasar
kegiatan dalam evaluasi ialah Descriptions dan judgement dan
membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu: Antecedents
(context), transaction (process), dan Outcomes (output) (Tayibnapis.
1989: 11).
Mbulu (1994/1995: 74-75): Tahap pendahuluan (antecedents) menyangkut
kondisi yang terlebih dahulu ada sampai pada saat dilakukan instruksi yang dihubungkan
dengan hasil yang dicapai. Tahap transaksi (transactions) menyangkut
proses dilakukannya instruksi dan hasil yang diperoleh adalah karena pengaruh
dari proses tersebut. Tahap outcomes menyangkut hasil yang
dicapai setelah program diimplementasikan serta untuk menentukan langkah kerja
selanjutnya.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah bahwa
evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake
mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda
dengan judgement atau menilai. Dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses)
dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk
menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standar yang absolut, untuk menilai manfaat program
(Tayibnapis,1989:16-17).
g. Action Research / Penelitian Tindakan
Action research atau penelitian
tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan penelitian, dalam penelitian
tindakan peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan menjelaskan suatu
situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan perubahan atau
intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Action research
dalam pandangan tradisional adalah suatu kerangka penelitian pemecahan masalah,
dimana terjadi kolaborasi antara peneliti dengan client dalam mencapai
tujuan (Kurt Lewin,1973 disitasi Sulaksana,2004), sedangkan pendapat Davison,
Martinsons & Kock (2004), menyebutkan penelitian tindakan, sebagai sebuah
metode penelitian, didirikan atas asumsi bahwa teori dan praktik dapat secara
tertutup diintegrasikan dengan pembelajaran dari hasil intervensi yang
direncanakan setelah diagnosis yang rinci terhadap konteks masalahnya.
Menurut Gunawan (2007), action research adalah kegiatan
dan atau tindakan perbaikan sesuatu yang perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasinya digarap secara sistematik dan sistematik sehingga validitas dan
reliabilitasnya mencapai tingkatan riset. Action research juga merupakan
proses yang mencakup siklus aksi, yang mendasarkan pada refleksi; umpan balik (feedback);
bukti (evidence); dan evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi
sekarang. Penelitian tindakan ditujukan untuk memberikan andil pada pemecahan
masalah praktis dalam situasi problematik yang mendesak dan pada pencapaian
tujuan ilmu sosial melalui kolaborasi patungan dalam rangka kerja etis yang
saling berterima (Rapoport, 1970 disitasi Madya,2006). Proses penelitian
bersifat dari waktu ke waktu, antara “finding” pada saat penelitian, dan
“action learning”. Dengan demikian action research menghubungkan antara
teori dengan praktek.
Baskerville (1999), membagi action research berdasarkan
karakteristik model (iteratif, reflektif atau linear), struktur
(kaku atau dinamis), tujuan (untuk pengembangan organisasi, desain sistem atau
ilmu pengetahuan ilmiah) dan bentuk keterlibatan peneliti (kolaborasi,
fasilitatif atau ahli.
Tujuan dan ciri-ciri Penelitan Tindakan.
Penelitian tindakan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
untuk situasi atau sasaran khusus dari pada pengetahuan yang secara ilmiah
tergeneralisasi. Pada umumnya penelitian tindakan untuk mencapai tiga hal
berikut : (Madya,2006)
- Peningkatan praktik.
- Peningkatan (pengembangan profesional) pemahaman praktik dan praktisinya.
- Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktik.
Hubungan antara peneliti dan hasil penelitian tindakan dapat
dikatan hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya dan tentu
saja oleh orang lain yang menginginkannya dan penelitiannya terjadi di dalam
situasi nyata yang pemecahan masalahnua segera diperlukan, dan hasil-hasilnya
langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Selain itu, tampak
bahwa dalam penelitian tindakan peneliti melakukan pengelolaan, penelitian, dan
sekaligus pengembangan.
Penelitian tindakan (action
research) dilaksanakan bersama-sama paling
sedikit dua orang yaitu antara peneliti dan partisipan atau klien yang berasal
dari akademisi ataupun masyarakat. Oleh karena itu, tujuan yang akan dicapai
dari suatu penelitian tindakan (action research) akan dicapai dan berakhir
tidak hanya pada situasi organisatoris tertentu, melainkan terus dikembangkan
berupa aplikasi atau teori kemudian hasilnya akan di publikasikan ke masyarakat
dengan tujuan riset (Madya,2006).
Sementara itu, peneliti perlu untuk membuat kerjasama dengan
anggota organisasi dalam kegiatan ini, membuat persetujuan eksplisit dengan
klien. Pelaporan secara rutin mengenai jalannya kegiatan dapat mencerminkan
ciri khusus dari kesepakatan ini. Baik peneliti maupun klien dapat memiliki
peran dan tanggungjawab ganda, meskipun ini dapat berubah selama perjalanan
kegiatan berlangsung, tetapi penting untuk menentukan aturan awal pada bagian
luar proyek agar dapat mencegah konflik kepentingan dan menghindari ancaman
terhadap hak prerogatif pribadi atau jabatan mereka. Adalah sangat penting
membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai sasaran dari penelitian, kemudian
dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Berikut tahapan penelitian
tindakan (action research) yang dapat ditempuh yaitu : (Davison,
Martinsons & Kock (2004) lihat Gambar berikut : Siklus action research,
(Davison, Martinsons & Kock (2004)
Davison, Martinsons & Kock (2004), membagi
Action research dalam 5 tahapan yang merupakan siklus, yaitu :
1. Melakukan diagnosa (diagnosing)
Melakukan identifikasi masalah-masalah pokok yang ada guna
menjadi dasar kelompok atau organisasi sehingga terjadi perubahan, untuk
pengembangan situs web pada tahap ini peneliti mengidentifikasi kebutuhan stakeholder
akan situs web, ditempuh dengan cara mengadakan wawancara mendalam kepada
stakeholder yang terkait langsung maupun yang tidak terkait langsung dengan
pengembanga situs web.
2. Membuat rencana tindakan (action planning)
Peneliti dan partisipan bersama-sama memahami pokok masalah
yang ada kemudian dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan yang tepat untuk
menyelesaikan masalah yang ada, pada tahap ini pengembangan situs web memasuki
tahapan desain situs web. Dengan memperhatikan kebutuhan stakeholder
terhadap situs web penelitian bersama partisipan memulai membuat sketsa awal
dan menentukan isi yang akan ditampilkan nantinya.
3. Melakukan tindakan (action taking)
Peneliti dan partisipan bersama-sama mengimplementasikan
rencana tindakan dengan harapan dapat menyelesaikan masalah. Selanjutnya
setelah model dibuat berdasarkan sketsa dan menyesuaikan isi yang akan
ditampilkan berdasarkan kebutuhan stakeholder dilanjutkan dengan mengadakan
ujicoba awal secara offline kemudian melanjutkan dengan sewa ruang di
internet dengan tujuan situs web dapat ditampilkan secara online.
4. Melakukan evaluasi (evaluating)
Setelah masa implementasi (action taking) dianggap
cukup kemudian peneliti bersama partisipan melaksanakan evaluasi hasil dari
implementasi tadi, dalam tahap ini dilihat bagaimana penerimaan pegguna
terhadap situs web yang ditandai dengan berbagai aktivitas-aktivitas.
5. Pembelajaran (learning)
Tahap ini merupakan bagian akhir siklus yang telah dilalui
dengan melaksanakan review tahap-pertahap yang telah berakhir kemudian
penelitian ini dapat berakhir. Seluruh kriteria dalam prinsip pembelajaran
harus dipelajari, perubahan dalam situasi organisasi dievaluasi oleh peneliti
dan dikomunikasikan kepada klien, peneliti dan klien merefleksikan terhadap
hasil proyek, yang nampak akan dilaporkan secara lengkap dan hasilnya secara
eksplisit dipertimbangkan dalam hal implikasinya terhadap penerapan Canonical
Action Reaserch (CAR). Untuk hal tertentu, hasilnya dipertimbangkan
dalam hal implikasinya untuk tindakan berikutnya dalam situasi organisasi
lebih-lebih kesulitan yang dapat dikaitkan dengan pengimplementasian perubahan
proses.
Hasilnya juga dipertimbangkan untuk tindakan ke depan yang
dapat dilakukan dalam kaitannya dengan domain penelitian, terutama akibat
kegiatan yang terjadi diluar rencana awal (atau kelambanan) dan cara di mana
peneliti dapat kurang hati-hati melakukan penyelesaian kegiatan dan dalam hal
implikasi untuk komunitas penelitian secara umum dengan mengidentifikasi keuntungan
penelitian di masa datang. Di sini, nilai action research akan terangkat
(bahkan sebuah proyek yang gagal dapat tetap menghasilkan pengetahuan yang
bernilai), dan juga merupakan kekuatan status quo dalam lingkungan (organisasi)
sosial untuk mencegah perubahan dari proses yang telah berlalu.
Dari penjelasan di atas kita dapat melihat dengan jelas bahwa
penelitian tindakan berurusan langsung dengan praktik di lapangan dalam situasi
alami. Penelitiannya adalah pelaku praktik itu sendiri dan pengguna langsung
hasil penelitiannya dengan lingkup ajang penelitian sangat terbatas. Yang
menonjol adalah penelitian tindakan ditujukan untuk melakukan perubahan pada
semua diri pesertanya dan perubahan situasi tempat penelitian dilakukan guna
mencapai perbaikan praktik secara inkremental dan berkelanjutan (Madya,2006).
Beberapa kawan-kawan di Simkes angkatan I dan II melaksanakan
penelitian dimaksud. Bila anda berminat dengan penelitian tindakan saran saya :
- Siapkan Rencana Yang Matang, bila perlu siapkan rencana cadangan.
- Usahan Schedule ditepati.
- Memperbanyak dokumentasi selama pelaksanaan penelitian.
- Siapkan alat perekam yang baik.
- CAR menurut saya sebaiknya dipergunakan karena mempertegas akhir penelitian.
Daftar pustaka
http://abdulhamid.files.wordpress.com/2007/03/materi_kuliah_3_19_feb_06.doc diakses 25 Maret 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_longitudinal diakses 26 Maret 2014
Hermawan, Asep.
Tanpa tahun. Penelitian Bisnis-Paradigma Kuantitatif. Jakarta: PT.Grasindo.
Hal 88. ISBN 979-759-542-0, 9789797595425.
Cross-sectional vs
Longitudinal Research. Diakses 26 Maret 2014.
http://putrisoebono.blogspot.com/2012/12/penelitian-longitudinal.html diakses 26 Maret
2014
http://abhie-institute.blogspot.com/2012/07/metode-penelitian-cross-sectional.html diakses pada 26 Maret 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kuantitatif diakses 26 Maret 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_survei diakses 26 Maret 2014
http://yarizzamroni1991.wordpress.com/2011/09/13/penelitian-evaluasi/ diakses 26 Maret 2014
Posting Komentar untuk "Jenis riset berdasarkan pendekatan dan subjek"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊