SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA
Oleh: Deka Firhansyah
NIM: 07121001092
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah
yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
Demokrasi adalah sistem
pemerintahan kufur yang sangat tidak Islami. Yang paling Banyak itulah yang
menjadi kebenaran. Bagaimana kalau yang banyak itu adalah sesuatu hal yang
buruk? Pasti suatu negara bisa hancur. Demokrasi memungkinkan membuat tindakan
buruk dengan segala cara untuk mendapatkan kemenangan, karena hanya dinilai
dari siapa yang paling banyak setuju. Demokrasi sangat mentrigger kecurangan. (dikutip
dari http://axcelyanuar.blogspot.com/2010/03/sejarah-demokrasi indonesia.html)
Istilah
"demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari
istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan system "demokrasi" di banyak negara.
Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
- Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Prinsip semacam trias
politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta
sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan
absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia.
Demikian pula kekuasaan
berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari
lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga
negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme
formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme
ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan
lembaga negara tersebut.
(dikutip dari http://kumpulansejarah-di.blogspot.com/2009/11/sejarah-demokrasi.html)
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi Dunia
Demokrasi
Klasik
Bentuk
negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a
tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas
tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para
penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.
Plato
dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasan berada di
tangan rakyat sehingaa kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan.
Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian
rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan
tidak mau lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang
disebut Anarki. Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai
penyimpangan kepentingan orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan
umum. Menurut Polybius, demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari
rakyat. Pada prinsipnya konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip
dengan konsep ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai
bentuk pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk
diri sendiri.
Demokrasi
Modern
Ada tiga tipe
demokrasi modern, yaitu :
1. Demokrasi representatif dengan sistem
presidensial
Dalam
sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi legislatif dan
eksekutif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil
presiden dan menteri yang membantu presiden dalam menjalankan
pemerintahan. Dalam hubungannya dengan badan perwakilan rakyat
(legislatif), para menteri tidak memiliki hubungan pertanggungjawaban dengan
badan legislatif. Pertanggungjawaban para menteri diserahkan sepenuhnya kepada
presiden. Presiden dan para menteri tidak dapat diberhentikan oleh badan
legislatif.
2. Demokrasi representatif dengan sistem
parlementer
Sistem
ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan legislatif.
Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan
menteri), sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang
bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet
sehingga kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara
hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen.
3. Demokrasi representatif dengan sistem referendum
(badan pekerja)
Dalam
sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat
dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan bagian dari
badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang
merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang terdiri dari
nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang
merupakan perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh American Institute of Public Opinion terhadap 10
negara dengan pemerintahan terbaik, diantaranya yaitu Switzerland, Inggris,
Swedia dan Jepang di posisi terakhir, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
demokrasi (modern) yaitu adanya hak pilih universal, pemerintahan perwakilan,
partai-partai politik bersaing, kelompok-kelompok yang berkepentingan mempunyai
otonomi dan sistem-sistem komunikasi umum, frekuensi melek huruf tinggi,
pembangunan ekonomi maju, besarnya golongan menengah.
Demokrasi totaliter
Demokrasi totaliter adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan
Israel, J.L. Talmon untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di mana
wakil rakyat yang terpilih secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan
yang warga negaranya, meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau
bahkan sama sekali tidak memiliki partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan pemerintah. Ungkapan ini sebelumnya telah digunakan oleh Bertrand
de Jouvenel dan E.H. Carr.
Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.
Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki
adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi
pasar yang mendukung usaha
pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan
yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam
masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya
sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan
Pandangan-pandangan
liberalisme dengan paham agama seringkali berbenturan karena liberalisme
menghendaki penisbian dari semua tata nilai, bahkan dari agama sekalipun. meski
dalam prakteknya berbeda-beda di setiap negara, tetapi secara umum liberalisme
menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia
“‘Liberalisme’
didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan
kesetaraan secara umum.” – Coady, C. A. J. Distributive Justice, A
Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and
Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: “Kebebasan itu sendiri
bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri
adalah tujuan politik yang tertinggi.”- Lord Acton
Oxford Manifesto dari Liberal
International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui
demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan
politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan
yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara
yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan
kaum minoritas.”
Meritokrasi
Berasal
dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk
suatu bentuk sistem politik yang
memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan.
Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan
memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin,
tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidak adilan yang kurang memberi tempat
bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin.
Dalam
pengertian khusus meritokrasi kerap di pakai menentang birokrasi yang
sarat KKN terutama pada aspek nepotisme.
Plutokrasi
Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu
kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berarti
kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan. Riwayat keterlibatan kaum
hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani, untuk kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia.
Teokrasi
Teokrasi
adalah bentuk pemerintahan
di mana agama atau iman
memegang peran utama.
Kata “teokrasi”
berasal dari bahasa Yunani
θεοκρατία (theokratia). θεος (theos) artinya “tuhan”
dan κρατειν (kratein) “memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan
oleh tuhan”.
Demokrasi Kesukuan
Demokrasi Kesukuan adalah sebuah sistem atau bentuk pemerintahan setempat
yang diselenggarakan di dalam batas-batas: wilayah ulayat, jangkauan hukum
adat, dan sistem kepemimpinan serta pola kepemimpinan suku dan segala perangkat
kesukuannya (tribal properties). Demokrasi Kesukuan juga dapat disebut sebagai demokrasi
yang asli dan alamiah alamiah.
Demokrasi
Kesukuan, menurut penggagasnya, Sem
Karoba, adalah sebuah demokrasi yang tidak mengenal partai politik,
karena partai politik pada dasarnya dibentuk untuk membangun aliansi, afiliasi
dan aosisiasi satu orang dengan yang lainnya. Masyarakat Adat di dalam
suku-suku sudah memiliki aliansi, afiliasi dan asosiasi, maka demokrasi yang
dibangun berdasarkan suku, dibangun atas dasar kondisi real dimaksud.
Menurut Sem
Karoba, Demokrasi Kesukuan merupakan demokrasi yang berlaku di dalam suku-suku.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi pada priode
1945-1959
(parlementer)
Demokrasi pada masa
dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang dimulai
berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan diperkuat dalam UUD
1945 dan 1950, karna kurang cocok untuk indonesia. Persatuan yang dapat di
galang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai karna lemahnya
benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi
partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.
Kekuatan sosial dan
politik yang memperoleh saluran dan tempat yang realisistas dalam kontelasi
politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting yaitu seorang presiden
yang tidak mau bertindak sebagai “Rubber stamppresident” (presiden yang
membubuhi capnya belaka) dan tentara yang karna lahir dalam repolusi merasa
bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi
oleh masyarakat indonesia pada umumnya.
Demokrasi Pada Priode
1950-1965
Ciri-ciri priode ini
adalah dominasi dari presiden. Terbatasnya terbatasnya peranan partai politik,
berkembangnya pengaruh komunis meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial
politik.
Demokrasi Pada Periode
1965-1998
Perkembangan demokrasi
di negara kita di tentukan batas-batasnya tidak hanya oleh keadaan sosial,
kulturia, gegrapis dan ekonomi, tetapi juga oleh penelitian kita mengenai
pengalam kita pada masa lampau kita telah pada sampai titik dimana pada
disadari bahwa badan exsekutip yang tidak kuat dan tidak kontinyu tidak akan
memerintah secara efektip sekalipun ekonominya teratur dan sehat, tetapi kita
menyadarinya pula bahwa badan eksekutip yang kuat tetapi tidak “commited”
kepada suatu perogram pembangunan malahan mendapat kebobrokan ekonomi karna
kekuasaan yang di milikinya di sia-siakan untuk tujuan yang ada pada hakikatnya
merugikan rakyat.
Dengan demikian secara
umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila tidak berbeda dengan
demokrasi pada umumnya. Karna demokrasi
pancasila
memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya
rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula
partisipasi yang sama semua rakyat untuk itu pemerintah patit memberikan
perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.
Demokrasi Pada Periode
1998-sekarang
Sukses atau gagalnya
suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada 4 faktor kunci yaitu:
- Komposisi elite politik
- Desain institusi politik
- Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
- Peran civil society (masyarakat madani)
Ke-4 faktor diatas itu
harus di jalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan
demokrasi. Pengalaman negara-negara demokrasi yang sudah established
memperlihatkan bahwa institusi-institusi demokrasi bisa tetap berfungsi
walaupun jumlah pemilihannya kecil. Karena itu untuk mengatur tingkat
kepercayaan publik terhadap instusi tidak terletakkan pada beberapa besar
partisipasi politik warga yang bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat
memiliki kepercayaan terhadap institus-institusdemokrasi adalah apakah
partisipasi politik mereka itu dilakukan secara suka rela atau dibayar dengan
gerakan.
(dikutip dari http://www.terpopuler.net/sejarah-dan-perkembangan-demokrasi-di-indonesia)
Posting Komentar untuk "SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊